Catatan Lepas tentang Buruh Outsourcing dan Buruh Kontrak (bagian 3)

0

V.

Satu orang buruh kontrak pun yang dipecat, maka itu akan menyangkut 1 (satu) jiwa manusia, yang akan berpengaruh pada hidupnya (dan bisa saja hidup keluarganya). Mereka titipan Allah, sebagai sesama yang harus kita bela, apalagi telah hidup bersama satu pabrik dan pernah menolong hidup kita, pernah menolong meningkatkan daya tawar serikat pada manajemen (sehingga banyak kawan yang bisa hidup lebih sejahtera dan nyaman), pernah membesarkan gerakan (upah, jaminan sosial, BBM dan sebagainya yang kawan-kawan telah dan akan nikmati). Katanya alasan tak bisa menolong mereka karena tak punya argumen hukum yang kuat. Aneh: apakah kita tidak bisa belajar dari kemenangan-kemenangan membebaskan budak-budak outsourcing dan kontrak, yang bisa menang walau tak punya argumen hukum kuat? Dan kita tahu hukum yang ada sekarang ini lebih banyak memihak pada pengusaha. Para pendukung buruh kontrak pun cuma ngomong gede doang (sekarang hanya bisa ngedumel di belakang); tak berbuat apa-apa lagi setelah takluk dalam debat, walau tak bersepakat dengan argumen lawan debatnya; kalau pun akan bertindak, harus menunggu duduk dalam struktur organisasi (sementara sebagian buruh kontrak sudah dipecati walau tetap ada penerimaan-penerimaan buruh baru). Para pendukung itu, yang cuma ngomong doang, sekarang malah bungkam.

Alasan demi menjaga persatuan, katanya kita tak boleh salah kaprah. Justru persatuan persatuan semacam itulah yang salah kaprah; persatuan yang dibarter penderitaan buruh kontrak; mengorbankan hidup buruh kontrak demi bersatu dengan bandit (tak punya hati); alasan persatuan dijadikan tameng;

Jangan Menggunakan bahasa (atau kepentingan) manjemen. Bahasa manajemen yang gemar digunakan oleh PUK: “Kalau kalian mogok atau macam-macam, maka perusahaan ini akan bangkrut.” Seolah-olah PUK sudah memeriksanya dan seolah-olah PUK sudah melihat pembukuan perusahaan; padahal, walau order menurun, penerimaan buruh baru terus berlanjut; seperti anak kecil yang ditakut-takuti hantu, belum melihat ujudnya, sudah gentar;

Penerimaan (reqruitment) buruh baru terus berlanjut, buruh kontrak disapu habis. Memang, bagi manajemen, lebih untung menerima buruh baru—lebih segar; tak punya serikat; bisa ditakut-takuti; lebih loyal pada manajemen karena balas budi; bisa di-outsourcing;

Memberikan alasan (di belakang punggung) bahwa gerakan di pabrik ini berbeda dengan gerakan buruh di Venezuela. Siapa yang tidak bisa membedakan? kita memang harus membedakannya dengan gerakan buruh di Venezuela, yakni: gerakan sebelum buruh berkuasa dan gerakan buruh sesudah berkuasa. Kita tidak bisa menyamakan gerakan buruh di pabrik Indonesia dengan gerakan buruh di pabrik Venezuela yang buruhnya sudah berkuasa. Lalu, apa yang dimaksud dengan “bahwa kita tak bisa menerapkan gerakan buruh di Venezuela di pabrik di Indonesia.”? Kita masih bisa belajar dari gerakan buruh di Venezuela dan Brazil dalam merebut kekuasaan.
Sambil merintih-rintih tentang penderitaan buruh kontrak dan berteriak-teriak retorika revolusioner, tapi mempertontonkan kenyamanannya sebagai buruh tetap—jaminan pekerjaan; mobil; usaha sampingan, dan jaminan keselamatan hidup karena sanggup mengasuransikan pendidikan anak-anaknya dan tabungan;

(bersambung)

Catatan Lepas tentang Buruh Outsourcing dan Buruh Kontrak (Bagian 1)
Catatan Lepas tentang Buruh Outsourcing dan Buruh Kontrak (Bagian 2)
Catatan Lepas tentang Buruh Outsourcing dan Buruh Kontrak (Bagian 4)
Catatan Lepas tentang Buruh Outsourcing dan Buruh Kontrak (Bagian 5)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *