Oleh S.K. Trimurti*)
Mengapa buruh berjuang?
BURUH berjuang untuk mencapai perbaikan nasib, supaya dapat hidup yang layak sebagai manusia. Jika bururh sendiri tidak berjuang, maka tak adalah yang akan memikirkan nasib buruh. Buruh akan dibiarkan saja, menjadi umpan persaingan merdeka (persaingan bebas-ed) dari golongan kapitalis.
Ketika kapitalisme baru berkembang, sama sekali tidak ada perhatian kepada nasib buruh. Setelah buruh berjuang, maka barulah ada perhatian dari Pemerintah dengan adanya undang-undang kerja, undang-undang perlindungan buruh, dan sebagainya. Tetapi, jika misalnya undang-undang sosial telah ada, telah menjadi baik, gaji buruh telah tinggi, jam bekerja dibatasi, hak perlop ada, hak pensiun ada, d.s.b. apakah sudah cukup terjamin nasib buruh dalam umumnya? Itu belum cukup. Karena yang dapat perlindungan itu hanya buruh yang kebetulan masih dipakai dalam pekerjaannya, artinya, masih dapat dipergunakan oleh majikannya. Kaum pengangguran yang banyak, masih tetap tidak punya jaminan hidup yang pasti, dari siapapun juga. Lagi pula, meskipun gaji buruh dinaikkan, jika harga barang masih terus naik saja, kenaikan gaji itu tidak berarti bagi buruh.
Perbaikan-perbaikan yang tersebut di atas, hanya mengenai ranting-rantingnya saja. Sedang yang mengenai pokok keburukan masyarakan, belum dapat dicabut. Oleh karena itu perjuangan buruh mempunya tujuan dua macam:
a) Tujuan yang dekat, ialah perjuangan untuk memperbaiki nasib buruh sendiri, dalam hidupnya sehari-hari, misalnya: hal upah, jam bekerja, sokongan, hak perlop, tunjangan, dll.
b) Tujuan yang jauh, ialah berjuang untuk memperbaiki masyarakat seluruhnya, mengenai pokoknya.
Nasib buruh baru akan menjadi baik seluruhnya, bila nasib seluruh anggota masyarakat menjadi baik. Artinya, tiap-tiap orang terjamin kebutuhan hidupnya yang pokok (makan-pakaian-tempat tinggal).
Bagaimana supaya tiap orang dapat terjamin kebutuhan hidupnya yang pokok. Manusia atau anggota masyarakat dapat terjamin hidupnya, apabila kekayaan alam yang ada ini dapat dipergunakan oleh semua manusia. Ini dapat dijalankan dengan mengambil tindakan: alat-alat produksi dan segala kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak menjadi milik bersama.
Macam perjuangan yang pertama itu dinamai perjuangan yang insidentil, atau reformistis, sedang yang kedua, macam perjuangan yang prinsipil, atau yang radikal (radikal dari perkataan radix = akar). Perjuangan yang radikal, ialah perjuangan yang mengubah susunan masyarakat sampai ke akar-akarnya (sampai ke dasar-dasarnya), diganti dengan susunan baru yang dasarnya lain dengan yang lama. Letak dasar susunan masyarakat itu pada dasar susunan ekonominya. Jadi perjuangan buruh yang radikal, harus sanggup mengubah susunan ekonomi menjadi susunan ekonomi yang bersendir atas hak dan kerja bersama (kekeluargaan). Inilah pokok perjuangan buruh yang prinsipil.
Mana yang lebih baik harus dikerjakan? Dua-duanya harus dijalankan. Yang reformistis dan yang prinsipil. Jika hanya melakukan yang reformistis saja, maka perjuangan buruh itu tidak akan dapat mencapai susunan masyarakat yang bersendi atas kedaulatan sosial, masyarakat yang dapat menjamin kesejahteraan hidup, bagi segenap anggotanya. Sebaliknya, hanya melakukan perjuangan yang prinsipil saja, dengan melupakan perjuangan sehari-hari yang reformistis, tentu tak jadi, dan tak mungkin dapat berlaku. Kemenangan-kemenangan kecil yang telah dapat dicapai oleh perjuangan buruh secara reformistis, ini berguna untuk melatih (training) kaum buruh, dan untuk menyusun kekuatan yang lebih besar, guna mencapai tujuan yang terakhir. Hanya saja, dalam melakukan perjuangan yang reformistis, yang insidentil itu, jangan sekali-kali melupakan perjuangan yang prinsipil/radikal, artinya: jangan melupakan pokok pangkal perjuangan buruh.
Di mana buruh berjuang?
Buruh berjuangan dalam organisasi. Organisasi buruh itu ada 2 macam, ialah: yang berbentuk partai dan yang berbentu serikat buruh.
Yang berbentuk partai, anggota perseorangan (tiap-tiap orang, dari segala golongan, asal saja, mempunya azas dan tujuan sebagai dikehendaki oleh partai itu). Perjuangan partai, terutama di lapangan politik, untuk mewujudkan susunan masyarakat, seperti yang tersebut dalam tujuan partai itu.
Yang berbentuk serikat buruh, disusun menurut susunan industrinya, atau jawatannya, atau perusahaannya. Tiap buruh yang bekerja pada suatu susunan industri/jawatan/perusahaannya. Serikat buruh di tiap daerah, bergabung menjadi stau dengan serikat buruh di lain daerah yang sama coraknya, merupakan gabungan yang mempunyai pengurus besar. Tiap gabungan yang berpengurus besar iru, mengadakan gabungan lagi menjadi satu gabungan yang lebih besar, yang dinamakan Vak-Centrale.
Diambil dari buku Makin Terang Bagi Kami; Belajar Hukum Perburuhan, Penyunting Surya Tjandra dan Jafar Suryomenggolo.
*) Surastri Karma Trimurti (lahir 11 Mei 1912 – meninggal 20 Mei 2008 pada umur 96 tahun), yang dikenal sebagai ‘S. K. Trimuti ‘, adalah wartawan, penulis dan guru Indonesia, yang mengambil bagian dalam gerakan kemerdekaan Indonesia terhadap penjajahan oleh Belanda. Dia kemudian menjabat sebagai Menteri Perburuhan pertama di Indonesia dari tahun 1947 sampai 1948 di bawah Perdana Menteri Indonesia Amir Sjarifuddin.