Solidaritas.net, Batam – Sekitar 600 buruh PT Philips Industries Batam menggelar aksi mogok kerja di depan kantor perusahaan itu di Panbil Industrial Estate, Jl Ahmad Yani, Muka Kuning, Batam, Kepulauan Riau. Aksi mogok kerja yang berlangsung sejak Rabu (3/6/2015) tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap rekan-rekan kerja mereka yang menerima pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pihak manajemen perusahaan.
Menurut Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI) PT Philips Batam, Muldidanda, PHK dilakukan pihak perusahaan diduga karena aktifitas mereka berserikat. PUK SPEE FSPMI PT Philips Batam baru didirikan dan pengurusnya dilantik DPC FSPMI Batam pada 15 Maret 2015. Lalu, pada 18 Maret 2015, mereka melakukan pencatatan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Batam.
Beberapa hari sebelum Disnaker Batam melakukan verifikasi ke PT Philips Batam, pihak perusahaan itu telah mendengar kabar dibentuknya serikat pekerja dan mereka berusaha mencari tahu kebenarannya, meski mereka tidak mendapatkan kepastian itu. Setelah proses verifikasi, pihak perusahaan mulai melakukan intimidasi terhadap sejumlah pengurus dan anggota PUK SPEE FSPMI PT Philips Batam, serta menyuruh mereka berhenti berserikat.
“Namun, tidak ada yang mau berhenti berserikat. Bahkan, anggota kami yang berasal dari Kalimantan, didatangkan kepala sekolah dan gurunya untuk (mengajaknya –red) berhenti berserikat. Mereka diancam akan dipulangkan dan adik-adik kelasnya tidak akan direkrut lagi. Saya sendiri didatangi oleh orang (yang) tidak saya kenal untuk bicara masalah serikat,” cerita Muldi saat dihubungi oleh Redaksi Solidaritas.net, Sabtu (6/6/2015).
Pada 8 April 2015, pencatatan PUK SPEE FSPMI PT Philips Batam resmi keluar dari Disnaker Batam. Di hari yang sama, salah seorang anggota yang berasal dari Kalimantan langsung di-PHK oleh pihak perusahaan. Meski begitu, Muldi dan kawan-kawan tetap berserikat, dan menyerahkan surat pencatatan dari Disnaker Batam ke pihak perusahaan. Sehari kemudian, tepatnya pada 10 April 2015, barulah mereka semua menerima surat PHK dari perusahaan.
“Yang jadi saksi pembentukan (serikat –red) dengan pengurus, 43 orang. Rata-rata kena PHK semua, cuma beberapa orang yang tidak. Total yang di-PHK semuanya 90 orang, dengan alasan efisiensi. Padahal perusahaan sedang untung. Kami punya bukti-bukti kuat tentang perusahaan sedang untung. 90 orang itu separuh anggota, separuh non anggota. Kebanyakan yang sudah mau habis kontrak, tinggal 1 atau 2 bulan kontraknya,” ujarnya.
Terkait kasus PHK secara sepihak ini, dikatakan Muldi, mereka sudah melaporkannya ke Komisi IV DPRD Batam, Kementerian Tenaga Kerja, hingga ke Komisi IX DPR RI. Mereka juga telah diundang untuk rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD Batam, namun belum mendapat solusi. Begitu pula dengan Disnaker Batam, namun belum ditindaklanjuti.
“Saat ini, anggota kami sedang melakukan aksi mogok kerja. Sejak hari Rabu, sudah 4 hari. Senin aksi lagi, rencananya 3 bulan. Tuntutannya, pekerjakan kembali seluruh pengurus dan anggota serikat yang di-PHK secara sepihak,” pungkas Muldi soal aksi mogok kerja itu, yang mengganggu aktifitas produksi perusahaan, karena separuh karyawannya ikut mogok kerja.