Jakarta- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan 26 aktivis tidak bersalah atas dakwaan melawan perintah pejabat, Selasa (22/11). Aktivis yang dibebaskan adalah dua pengacara Bantuan Hukum LBH Jakarta, Tigor Gemdita dan Obed Sakti , 1 mahasiswa dan 23 buruh.
![]() |
Polisi merusak mobil yang digunakan buruh dalam aksi tolak UU Pengupahan (30/10/2015) (Sumber foto : Liputan6.com ) |
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan massa aksi mengabaikan imbauan dinyatakan tidak memenuhi unsur utama. Hakim berpendapat, aparat kepolisian bersalah karena melakukan pendekatan represif, yaitu membubarkan aksi dengan kekerasan. Polisi juga merusak mobil dan peralatan aksi milik buruh, merampas dan menghilangkan barang-barang, bahkan melakukan kekerasan.
Ketua Majelis Hakim Sinung Hernawan dalam putusannya mengatakan massa aksi telah mentaati himbauan Kapolres, namun tetap disemprot water canon.
“Massa aksi sudah mentaati imbauan Kapolres, dan mobil komando pun sudah bergerak mundur meninggalkan lokasi, namun bergerak lambat, terhalang peserta aksi yang kocar-kacir karena terkena gas air mata,” terang majelis hakim.
Menurut Sinung, seharusnya aparat kepolisian mengacu ke UU No. 9 Tahun 1998, yaitu kebebasan menyatakan pendapat di depan umum.
Hakim juga menyatakan Kepolisian telah melakukan pelanggaran HAM terhadap buruh. Menyampaikan pendapat adalah hak buruh yang dilindungi UU, Konstitusi dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
“Cara-cara damai yang dipakai buruh merupakan bagian dari dinamika dan respon cepat dalam upaya perubahan terhadap sebuah peraturan yang dinilai tidak adil.”
Kasus ini berawal dari aksi unjuk rasa yang digelar di depan Istana Negara, Jumat(30/10/2015) lalu. Aksi dilakukan Gerakan Buruh Indonesia (GBI) untuk menolak PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan, awalnya dilakukan dengan damai.
Namun polisi membubarkan paksa dengan semprotan air dari water canon. Mereka dituding mengabaikan perintah Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Komasaris Besar Hendro Pranowo untuk memghentikan aksi demonstrasi dengan alasan waktu telah habis.
Selain itu, polisi juga menembakkan gas airmata ke arah para demonstran. Tembakkan ini cukup membuat buruh kocar-kacir. Demostran yang masih bertahan, akhirnya ditangkap polisi.
26 aktivis yang ditangkap menjadi korban kekerasan, mereka diseret, dipukul, bahkan mengalami robek di bagian kepala.