5 ABK Indonesia Tewas Kelaparan di Kapal Taiwan

Solidaritas.net, Jakarta– Cukup banyak Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang mengalami penderitaan saat bekerja di kapal-kapal asing. Bahkan, baru-baru ini dikabarkan sebanyak lima orang ABK asal Indonesia dibiarkan tewas karena kelaparan saat bekerja di dua kapal kargo berbendera Taiwan. Kelima korban itu tewas kelaparan pada waktu yang berbeda-beda, saat bekerja di kapal yang sedang berlayar menuju Senegal, Afrika Barat tersebut.

anak buah kapal tewas
Ilustrasi anak buah kapal. Foto: Antara/Didik Suhartono

Kelima ABK itu adalah Rasjo warga Tegal, Jawa Tengah, Sardi (Brebes, Jawa Tengah), Roko Bayu Anggoro (Gunung Kidul, Yogyakarta), Ruhiyatna Nopiansyah (Subang, Jawa Barat) dan Hero Edmong Lusikooy (Surabaya, Jawa Timur). Mereka diberangkatkan oleh agen PT Anugerah Bahari Pasifik, PT Arrion Mitra Bersama, dan PT Puncak Jaya Samudera. Mereka bekerja di dua kapal milik Taiwan, yaitu Bintang Samudra 68 dan Bintang Samudra 11.

“Kelimanya tewas dalam waktu yang berdekatan, yakni pada 23 April, 25 April, 27 April, 29 April, dan 3 Mei 2015. Hasil otopsi dokter forensik di Dante Publik Hospital, Dakar, kelima ABK tewas karena dehidrasi akut dan malnutrisi,” terang Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Muhammad Iqbal, dilansir MedanSatu.com, Minggu (7/6/2015).

Menurut informasi, kelima ABK itu tewas setelah mengalami lemas, sakit pada bagian perut dan pembengkakakan bagian tubuh. Tapi, peristiwa tersebut baru dilaporkan kepada KBRI Dakar di Senegal dan otoritas terkait pada 7 Mei 2015. Dari keterangan yang dihimpun KBRI Dakar, kelima korban tersebut telah menunggu pasokan air dan makanan selama dua bulan saat kapal berada di tengah laut. Sedangkan, makanan yang tersedia di kapal hanya ikan yang telah dihancurkan untuk umpan memancing ikan. Sementara airnya berbau solar.

Sebenarnya di kapal tersebut terdapat stok makanan dan air yang cukup. Namun, selama berlayar, makanan dan air itu disimpan dan dimakan sendiri oleh kapten kapal. KBRI Dakar pun mendesak perusahaan Chi Hsiang Fishery Co, Ltd asal Taiwan yang memiliki kapal itu, melalui perwakilannya di Dakar untuk memenuhi kewajibannya terkait hak-hak para ABK.

“Kita meminta 17 ABK WNI lain yang ada di dua kapal itu segera dipulangkan ke Tanah Air, dengan hak-hak yang dipenuhi,” tegas perwakilan KBRI Dakar dalam keterangannya itu.

Sebelumnya, seperti diberitakan Solidaritas.net, ada banyak ABK Indonesia yang mengalami kekerasan dan kondisi kerja yang tak layak saat bekerja di kapal asing. Salah satunya, Edy Supriyono asal Pati, Jawa Tengah. Dia mengaku bekerja seperti budak di sebuah kapal penangkap ikan milik perusahaan asal Taiwan di perairan Karibia, karena dipaksa bekerja 20 jam per hari, harus tetap bekerja meski sakit, minim obat-obatan dan mengalami kekerasan.

Edy juga menyebut telah ditipu uang oleh sponsor perusahaan, dipalsukan dokumen buku pelautnya, dijanjikan kerja di kapal besar dan mewah, dan mabuk laut sebulan. Kemudian, tak bisa berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia, tak pernah ke daratan, ditelantarkan selama 6 bulan tanpa makanan yang mencukupi, dan dipulangkan ke Tanah Air tanpa menerima gaji. Saat sampai di Indonesia, kasusnya malah tak dipedulikan oleh pemerintah.

“Cerita mereka seharusnya menjadi cerminan bagi pemerintah Indonesia untuk secepatnya memberikan, meningkatkan dan mengutamakan sistem perlindungan kepada para TKI Pelaut yang mengalami permasalahan dan kerugian, baik kerugian materil maupun kerugian imateril para korban,” kritik Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SIPLN) pada pemerintah.

Tinggalkan Balasan