Jakarta – Sebanyak 63 buruh PT Indo Baja Dayatama (PT IBD) tidak dizinkan masuk bekerja secara tiba-tiba dengan alasan yang tidak bisa dijelaskan oleh pihak perusahaan, sejak Kamis, 26 Mei 2016 lalu. Para buruh yang tergabung dalam Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) itu mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, namun sama sekali tidak ada surat keputusan resmi dari manajemen perusahaan yang berlokasi di Jalan Kebantenan No 24 Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara tersebut, hingga saat ini.
Buruh FPBI dalam salah satu unjuk rasa. Foto: Poskotanews.com |
“Pelarangan tersebut tentu tidak dibenarkan, karena belum ada kesepakatan antar kedua belah pihak, masih pada pendirian masing-masing, pihak serikat menolak PHK sedangkan perusahaan tetap ingin melakukan PHK. Hal ini diperkuat oleh Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 155 Ayat (2), menyatakan ‘Selama putusan lembaga PHI (Pengadilan Hubungan Industrial –red) belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.’ Maka tidak ada hak bagi manajemen PT IBD melarang anggota FPBI masuk bekerja,” jelas Purwanto dalam siaran pers Ketua Umum PP FPBI, Herman Abdurrohman, seperti dikutip, Selasa (07/06/2016).
Sementara, Ketua FPBI Cabang Jakarta, Nurdin menyebut keputusan PT IBD yang melarang buruhnya bekerja sebelum adanya kesepakatan antar kedua belah pihak menjadi tindakan melanggar hukum. Apalagi, alasan efisiensi yang disebutkan tidak mampu dibuktikan oleh manajemen perusahaan. Tidak hanya itu, aturan PHK dengan alasan efisiensi juga sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi, sehingga PHK dengan alasan efisiensi batal demi hukum.
“Hal ini tentu kami simpulkan bahwa PHK tersebut lebih condong pada upaya pelemahan serikat pekerja/serikat buruh. Apalagi dikatakan oleh pihak perusahaan ini PHK gelombang pertama. Artinya, setelah ini akan ada PHK gelombang kedua secara sepihak yang akan dilakukan oleh pengusaha, dan gelombang seterusnya. Oleh karena itu, sebagaimana kita ketahui, tindakan PHK merupakan tindakan favorit pengusaha melemahkan, baik buruh non serikat maupun buruh yang berserikat,” ungkap Nurdin menerangkan dalam siaran pers itu.