ABUTAMA Ajukan Permohonan Uji Materi Pasal 88 Ayat 4 UU Ketenagakerjaan

ABUTAMA mengajukan permohonan uji materi UU Ketenagakerjaan (kredit foto: Chairul Eillen Kurniawan)
ABUTAMA mengajukan permohonan uji materi UU Ketenagakerjaan (kredit foto: Chairul Eillen Kurniawan)

Solidaritas.net, Karawang- Aliansi Buruh Tanpa Nama (ABUTAMA) mengajukan permohonan pengujian terhadap Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa(8/12/2015). ABUTAMA menilai penyebab lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, adalah akibat dari kurang jelasnya norma dalam ketentuan Pasal 88 ayat (4) UU 13/2003.

“Uji materi Pasal 88 ayat (4) UU Ketenagakerjaan dilakukan karena ada fatwa MK yang mengatakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari KHL dan tidak terpisahkan. Artinya PP 78 bertentangan karena hanya menghitung inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Juru bicara ABUTAMA wilayah Barat, Abda Khair Mufti.

Menurut ABUTAMA, ketentuan yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi adalah sebuah ketentuan yang multitafsir.

Dalam sebuah persidangan yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi pada 27 Maret 2014, perkara Nomor 11/PUU-XII/2014 angka 24 hingga 29, pemerintah yang diwakili Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, R. Irianto Simbolon menafsirkan, norma dalam ketentuan Pasal 88 ayat (4) UU 13/2003 adalah Gubernur dalam menetapkan besaran upah minimum dapat lebih rendah atau dapat lebih tinggi dari nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Chairul Eillen Kurniawan, anggota ABUTAMA mengatakan bahwa keterangan pemerintah tersebut adalah akibat dari tidak adanya penafsiran yang jelas, sepanjang frasa “dan dengan memperhatikan” setelah anak kalimat “kebutuhan hidup layak”, yang dilanjutkan dengan frasa “produktivitas dan pertumbuhan ekonomi”, yang terkandung dalam ketentuan Pasal 88 ayat (4) UU 13/2003.

Sehingga, makna norma yang terkandung dalam Pasal a quo, kurang memberikan kepastian bagi para pekerja untuk mendapatkan imbalan yang wajar untuk memenuhi kebutuhan hidup layak diri dan keluarganya, sebagaimana amanat ketentuan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945.

Selama kurun waktu 12 tahun terakhir terhitung sejak UU 13/2003 diundangkan, rumusan perhitungan penetapan besaran upah minimum yang dijadikan dasar hukum oleh Gubernur, adalah rumusan yang terkandung dalam norma Pasal 88 ayat (4) UU 13/2003. Sehingga UU a quo, nyatanya telah mengatur dan menetapkan rumusan perhitungan upah minimum yang telah diterapkan selama 12 tahun.

Tinggalkan Balasan