Solidaritas.net – Kebakaran hebat pabrik PT Mandom Indonesia Tbk, Jumat (10/7/2015) terjadi di kawasan MM2100, Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, telah memakan korban sebanyak 5 buruh tewas dan hampir 50 buruh mengalami luka parah. Kebakaran masih diselidiki, dugaan sementara ada kebocoran gas yang menimbulkan ledakan.
Tapi, kalau diingat-ingat, kejadian besar ini tak bisa lagi dilihat sebagai kecelakaan biasa belaka. Sebab, mengingat dua kejadian besar sebelumnya: kasus bakar diri Sebastian dan kesadisan Epi Suhendar bunuh anak kandung juga melibatkan kawasan MM2100 sebagai lokasi tempat pabrik dua pekerja ini beroperasi.
Kasus pertama, pada 27 Januari 2014, Epi Suhendar membunuh anak kandungnya sendiri Ihsan secara sadis. Kepergok isteri, Ai Cucun, ia juga menusuk isterinya 10 kali hingga terluka parah. Epi melihat adik kandung Ai, Cecep dan mengejarnya, namun luput. Kemudian, Epi mencoba bunuh diri dengan menusuk dadanya. Gagal, ia pun diamankan tetangga dan polisi.
Epi Suhendar mengaku stres karena beban pekerjaan yang tinggi di tempatnya bekerja PT Mitsuba Indonesia Pipe Parts. Sebagai leader, ia dibebankan target tinggi. Jika tidak mencapai target, maka jabatannya akan diturunkan. Ia juga pusing dengan beban cicilan rumah sebesar Rp. 800 ribu per bulan. Merasa tak sanggup menghidupi anak dan isterinya, ia pun jadi gelap mata.
Budi, mantan buruh kontrak yang bekerja di PT Mitsuba selama 5 tahun yang juga mengenal Epi, membenarkan tingginya target di PT Mitsuba. Menurutnya, jika buruh mampu mencapai target dalam hitungan waktu tertentu, maka target akan ditambah.
“Kita sampai tidak dikasih nafas,” kata Budi, kepada Solidaritas.net beberapa waktu lalu.
Untuk menjaga hubungan baik dengan serikat pekerja dan agar kondisi kerja tidak dipersoalkan, perusahaan mengirim pengurus serikat untuk bekerja di Jepang.
Kasus kedua, Sebastian melakukan aksi bakar diri dan terjun di depan kursi VIP Stadion Gelora Bung Karno (GBK) saat perayaan May Day Fiesta KSPI, 1 Mei 2015. Segera setelah itu, kasus ini mengungkap kondisi kerja yang buruk di PT Tirta Alam Segar (TAS) yang lagi-lagi berlokasi di kawasan MM2100, Cibitung.
Sistem kerja kontrak dan banyaknya kasus kecelakaan kerja terjadi di pabrik yang memproduksi minuman Ale-Ale ini. Isteri Sebastian, Salmah, saat itu masih berstatus sebagai buruh kontrak, yang kemudian diangkat menjadi buruh tetap (PKWT) setelah Sebastian meninggal. Buruh-buruh kontrak yang kehilangan anggota tubuh akibat kecelakaan, tidak diangkat menjadi karyawan tetap. Mereka dibuang begitu saja. (Baca: Sebastian
Sebastian nekat, sebab sebagai pengurus di bagian pembelaan, ia merasa bertanggungjawab atas kasus demi kasus kecelakaan kerja dan sakit yang menimpa rekan-rekannya. Ia menemui jalan buntu, bolak-balik kantor serikat sampai dengan melaporkan ke Dinas Tenaga Kerja, tak menemui hasil. (Baca: Sebastian, yang Diabaikan Punya Jalan)
Sebastian dan Epi berasal dari serikat pekerja yang sama, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) .
Memang, bakar dirinya Sebastian membuat PT TAS terdesak untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dan membuat kesepakatan dengan FSPMI. Namun tidak menghapuskan sistem kerja kontrak, manajemen hanya berjanji menghapuskan kerja borongan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, baru-baru ini, perusahaan melakukan rekrutmen setiap tahun untuk penggantian (turn over) buruh lama yang usianya lebih tua dengan buruh baru yang masih muda.
Kasus ketiga, adalah kasus kebakaran pabrik PT Mandom Indonesia Tbk ini. Tidak main-main, korbannya 5 buruh tewas dan hampir 50 buruh yang mengalami luka bakar itu kemungkinan besar akan cacat seumur hidup.
PT Mandom Indonesia Tbk berasal dari Jepang berdiri tahun 1971 di Sunter, Jakarta Utara. Pada tahun 1973, mendirikan pabrik kemasan dan logistik di MM2100, Cibitung. Pada 12 Juni lalu, meresmikan pabrik baru dan memindahkan kantor pusat perusahaan dari Sunter ke Cibitung. Pada tahun 1978, dibentuk serikat kuning, satu-satunya serikat yang diizinkan berdiri oleh rezim Orde Baru saat itu: Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), hingga kini.
Kawasan MM2100 dikembangkan oleh PT Megalopolis Manunggal Industrial Development (MMID), didirikan Marubeni Corporation dari Jepang and Manunggal Group dari Indonesia pada 1990. Selain kawasan East Jakarta Industrial Park (EJIP), pabrik-pabrik Jepang terkonsentrasi di kawasan ini. Pabrik-pabrik Jepang ini juga mampu melakukan “harmonisasi” dengan serikat pekerja yang mengorganisir buruh metal dan otomotif.