Adu Mulut dengan Supervisor, Buruh Dikenai PHK

Solidaritas.net, Riau – Setelah terjadi adu mulut dengan pihak supervisor, buruh PT Advanced Manufacturing Corporation (AMC) Bintan di Lobam Kec Seri Kuala Lobam Kab Bintan Riau dikenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena pertanyaannya dianggap mengancam supervisor.

pemutusan hubungan kerja
Foto ilustrasi PHK.

Adu mulut terjadi saat Aga Setiabudi anggota serikat PUK FSPMI PT AMC mempertanyakan penilaian kenaikan gaji, dimana dirinya memperoleh nilai D. Padahal, selama dua tahun bekerja ia tidak pernah terlambat dan tidak pernah meminta izin ketika sakit.

Terjadi percakapan sebagai berikut:

Aga: Apakah nilai D tersebut dapat dirubah?
Supervisor: Nilai tidak dapat dirubah, sudah final.
Aga: Pulang jam berapa kamu? Pertanyaan ini spontan Ia katakan karena kesal dan terbawa emosi

Supervisor adalah ketua PUK FSPMI PT AMC yang terpilih pada bulan Februari lalu yang bernama Sahat Mangasi Pangabean.

Saat itu juga Aga dan Sahat dilerai oleh pemimpin perusahaan. Setengah jam setelah adu mulut, Aga menemui Sahat dan mengobrol, masih terkait perubahan nilai. Sahat mengatakan akan konfirmasi dengan pihak manajer pada hari Senin.

Di hari Senin Aga bertemu dengan manajer dan leader serta diberi penjelasan bahwa penilaian tersebut sudah dibudget atau telah ditentukan jumlah buruh yang akan memperoleh nilai A sampai D. Aga pun menerima penjelasan tersebut dan tidak menuntut perubahan nilai. Kemudian ia diinterogasi karena pertanyaannya dianggap mengganggu kenyamanan seseorang dalam bekerja, Aga pun meminta maaf dan mengakui bahwa saat itu dirinya sedang emosi.

Keesokan harinya Aga kembali dipanggil dan ternyata saat itu Sahat telah membuat kronologi sebanyak 4 lembar. Aga membenarkan kronologi tersebut dan mengakui bahwa dirinya bersalah. Olehnya, Aga memutuskan mendatangi Sahat di kediamannya dan meminta maaf. Sahat pun memaafkannya.

Pada Kamis (30/4/2015), Aga dipanggil oleh HRD yang mengatakan akan ada keputusan pada esok hari dan Aga tidak diperbolehkan masuk kerja sebelum ada panggilan dari HRD. Pada Jumat (1/5/2015), ia dipanggil dan diberi surat yang menyatakan bahwa dirinya diskorsing selama tiga bulan, terhitung sejak 30 April 2015 dan permaslahan ini akan berlanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

“Saya pikir persoalan sudah selesai, saya sudah terima mendapat nilai D, sudah meminta maaf karena emosional dan dimaafkan oleh Sahat. Ternyata semua belum selesai hingga saya di PHK,” kata Aga.

Anggota serikat FSPMI yang kini telah non aktif, Eben Ezer mengatakan, “Aga dianggap melanggar PKB (Perjanjian Kerja Bersama-ed) pasal 104 ayat 1 poin E dan UU No 13 Tahun 2003 Pasal 158 Poin E,”

Pasal 104 mengatur mengenai pelanggaran yang dapat mengakibatkan PHK antara lain menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman kerja dilingkungan kerja. Sementara, pasal 158 ayat 1 menyebutkan pengusaha boleh melakukan PHK apabila buruh melakukan kesalahan berat. Namun, putusan Mahkamah Konstitusi nomor 012/PUU-I/2003 tertanggal 28 Oktober 2004, telah menganulir pasal tersebut.

Surat Edaran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 07 Januari 2005, yang menyatakan bahwa pengusaha hanya dapat melakukan PHK terhadap buruh dengan dasar pelanggaran berat, setelah adanya putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap.

Tinggalkan Balasan