Solidaritas.net, Kuburaya (Kalbar) – Sebanyak 16 orang petani dari Desa Olak-Olak Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kuburaya, Kalimantan Barat menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi dari pengusaha dan aparat kepolisian. Mereka ditangkap dan ditahan oleh pihak kepolisian, karena dilaporkan oleh manajemen PT Sintang Raya dengan tuduhan telah melakukan pencurian kelapa sawit di kebun plasma PT Cipta Tumbuh Berkembang (CTB) tahun 2014.

Tepat pada tanggal 22 Juni 2015 yang lalu, setelah memenuhi panggilan pemeriksaan di kantor polisi, ke-16 petani tersebut ditahan di rumah tahanan (Rutan) Polres Pontianak, Kabupaten Mempawah, Kalbar, sebagai tahanan Kejaksaan Negeri Pontianak. Ke-16 petani itu adalah Gunadi, Muntahar, Agus Priyanto, Supono, Sunardi, Sutijan, Darmawan, Sumadi, Sulikin, Suparman, Dian, Sahar, Sutekno, Agus Sudaryanto, Suwandi, serta Bambang.
“AGRA (Aliansi Gerakan Reforma Agraria) mengecam penahanan terhadap 16 orang petani desa Olak-Olak Kubu dan menuntut kepada Polres Pontianak dan Kejari Pontianak agar segera membebaskan dan menghentikan proses kriminalisai yang sedang berjalan. Dan menuntut kepada BPN (Badan Pertanahan Nasional) terkait untuk mencabut HGU (Hak Guna Usaha) PT Sintang Raya sebagaimana putusan MA, serta mengembalikan tanah kepada masyarakat,” terang AGRA, seperti dikutip dari situs Agra-Indonesia.org, Senin (29/6/2015).
Menurut keterangan AGRA tersebut, masalah berawal dari penyerahan lahan seluas 801 ha oleh petani Desa Olak-Olak Kubu kepada PT CTB pada 16 Desember 2008 untuk kerja sama. Lahan itu dijadikan kebun sawit dengan perjanjian ada lahan hak petani seluas 151,71 ha dalam bentuk plasma. Lalu, PT CTB juga membuat perjanjian bagi hasil bersama para petani tersebut dengan besaran 80% untuk perusahan dan 20% untuk petani, pada 3 Juni 2009.
Pada April 2014, kelapa sawit itu masuk masa panen, namun PT CBT tak memberikan bagi hasil. Sehingga, para petani itu pun memanen sendiri kelapa sawit di lahan plasma pada 17 Agustus 2014. Setelah itu, barulah PT CTB berjanji akan memberikan bagi hasil sesuai yang dijanjikan. Pada 6 Januari 2015, pihak perusahaan merealisasikan bagi hasil tersebut, untuk panen periode April – Agustus 2014. Sedang, hasil panen periode September – Desember 2014 diserahkan pada 10 Februari 2015, setelah terus didesak para petani yang berhak.
Namun, pemanenan yang mereka lakukan sendiri tersebut, malah berbuntut panjang. Tiba-tiba, PT Sintang Raya melaporkan para petani ke pihak kepolisian pada 20 Agustus 2014, dengan tuduhan telah mencuri kelapa sawit. Disebut AGRA, PT Sitang Raya mengklaim lahan plasma kerja sama itu adalah miliknya, dengan dasar telah terjadi pengalihan dari PT CTB kepada PT Sintang Raya. Namun, ini tidak diketahui dan tidak melibatkan para petani.
Sejak itulah, ke-16 petani tersebut beberapa kali diperiksa oleh aparat kepolisian. Selama itu pula, mereka juga sering mengalami kriminalisasi, mulai dari intimidasi, diancam hingga penyekapan. Bahkan, mereka juga dipaksa untuk mengaku telah mencuri kelapa sawit itu. AGRA pun menilai telah terjadi wanprestasi oleh PT CTB terhadap perjanjian bersama petani dengan cara melakukan pengalihan lahan ke PT Sintang Raya, tanpa memberitahukannya.
“Penangkapan terhadap 16 orang petani Desa Olak-Olak Kubu adalah upaya kriminalisasi oleh PT Sintang Raya untuk melemahkan perjuangan rakyat yang sedang bergelora pasca adanya putusan pengadilan, dikarenakan masyarakat tidak tahu-menahu bahwa plasma mereka telah dioperalihkan oleh PT CTB dan kasus ini terkesan dipaksakan,” pungkas AGRA.