Solidaritas.net, Jakarta – Protes terhadap Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) muncul dari berbagai kalangan. Tidak hanya kaum buruh saja, sejumlah organisasi kemasyarakatan juga menyampaikan penolakannya terhadap aturan baru yang berlaku mulai tanggal 1 Juli 2015 tersebut. Salah satunya adalah organisasi massa yang bergerak memperjuangkan kaum petani, yakni Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA).
Dalam siaran persnya yang diterima oleh Solidaritas.net, Jumat (3/7/2017), Sekretaris Jenderal AGRA, Rahmat Ajiguna mengatakan peraturan baru terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan itu telah memperjelas kepentingan Pemerintah Indonesia dengan membuat Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Menurutnya, melalui PP JHT tersebut telah menjadi alat bagi pemerintah untuk merampas uang buruh dan rakyat.
“SJSN dan BPJS dibuat tidak lebih dari upaya pemerintah melepaskan tanggung jawab negara dalam memberikan jaminan sosial kepada warga negara, dan menggunakan BPJS hanya untuk mengumpulkan dana publik yang cukup besar, sebab mencapai Rp 200 triliun lebih, atau 12,5% dari APBN, dan ini didapat pemerintah dari merampas uang buruh dan rakyat,” tegas Rahmat dalam siaran pers yang dikutip Solidaritas.net, Minggu (5/7/2015).
Dijelaskannya, PP JHT telah mengubah aturan pencairan dana JHT, di mana sebelumnya bisa dicairkan semuanya dengan syarat masa kepesertaan 5 tahun, namun kemudian diubah menjadi 10 tahun masa kepesertaan dan hanya bisa diambil 10%, sedang sisanya setelah pemiliknya berusia 56 tahun. Menurut Rahmat, peraturan itu merupakan upaya pemerintah memperbesar perampasan upah dan memperlama penahanan dana, agar bisa digunakan untuk bisnis keuangan, dalam bentuk deposito, saham, obligasi, reksadana, dan sukuk.
Selama ini, bisnis tersebut sama sekali tidak memberikan keuntungan apapun kepada buruh sebagai pemilik dana. Bahkan, dia menyebut pengelolaan dana JHT tidak transparan dan tidak pernah melibatkan buruh dalam menentukan kebijakan pengelolaannya. Buruh hanya diberi hasil pengembangannya, yang mereka tak pernah tahu dari mana asalnya. Sedang, sekarang kebijakan baru JHT itu semakin merugikan buruh, ketika pemerintah tak sanggup menjamin kepastian kerja, mengurangi angka PHK, dan menghapus sistem kerja kontrak.
“Jadi pernyataan pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja yang menyatakan perubahan kebijakan JHT untuk kepentingan buruh adalah penipuan. Begitu juga dengan pernyataan Hotbonar Sinaga, mantan Direktur Utama PT JAMSOSTEK yang menyatakan bahwa perubahan kebijakan JHT hanya karena tidak ada sosialisasi, sehingga masyarakat kaget, adalah pernyataan yang ngawur,” lanjut Rahmat lagi dalam siaran persnya tersebut.
Oleh karena itu, AGRA pun mendukung perjuangan buruh untuk menentang kebijakan itu. Mereka juga berharap dapat bekerjasama dengan gerakan buruh dan kalangan luas untuk menolak kebijakan pemerintah yang menindas tersebut. Kemudian, AGRA juga mengajak masyarakat yang menjadi korban atau dirugikan oleh BPJS untuk melakukan pengaduan kepada AGRA, agar dapat diperjuangkan bersama melalui advokasi dan pendampingan.
Sumber:
https://www.facebook.com/ali.paganum/posts/560633630744715