AICE Jadi Sponsor Asian Games di Atas Derita Buruh

0
aice
Suasana pemogokan buruh AICE.

Dengan bangga es krim AICE yang diproduksi oleh PT. Alpen Food Industry mengumumkan diri menjadi sponsor perhelatan Asian Games ke-18 yang akan diselenggarakan pada tahun 2018 nanti.

“Aice sangat bangga dan bersemangat untuk menjadi bagian dari perhelatan akbar yang dinanti-nantikan masyarakat dunia dan berkontribusi bagi Indonesia,” tulis AICE di akun Instagramnya. 

A post shared by Aice Indonesia (@aiceindonesia) on

Ekspansi yang dilakukan oleh es krim pendatang baru ini tidak main-main. Setelah merajai pasar es krim murah khususnya di daerah Jawa bagian timur dan tengah, sekarang AICE merambah menjadi sponsor ajang sebesar Asian Games.

Namun, bagaimana dengan nasib buruhnya. Berikut kami himpun berdasarkan wawancara dan dokumen yang kami kumpulkan:

1. Seluruh Buruh AICE Berstatus Sebagai Buruh Kontrak

Pabrik es krim AICE yang beralamat di kawasan MM2100, Cibitung, Kabupaten Bekasi ini mempekerjakan sekitar 1100 pekerja yang semuanya berstatus sebagai pekerja kontrak. AICE juga pernah menggunakan buruh outsourcing dan buruh harian yang disalurkan oleh perusahaan outsourcing PT. Mandiri Putra Bangsa (MPB) pada tahun 2013 sampai Agustus 2017.

Direktur PT. MPB bernama Maria Margaretha yang kemudian menjadi HRD PT. Alpen Food Industry. Ratusan dokumen perjanjian kerja bertahun 2016 dan 2017 menunjukkan Maria bertindak atas nama PT. Alpen Food Industry.

2. Upah di Bawah UMK

Dalam Pasal 90 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha dilarang membayar upah pekerja lebih rendah daripada ketentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Perbuatan ini digolongkan sebagai tindak pidana yang dapat dikenai sanksi penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal 185 UU Ketenagakerjaan.

Pada tahun 2016, puluhan buruh PT. Alpen Food Industry dipekerjakan dengan upah di bawah UMK. Buruh yang seharusnya menerima upah sebesar Rp3,2 juta, malah diberikan upah sebesar Rp2,9 juta yang mengikuti UMK tahun 2015. Pemberian upah ini berkedok bahwa buruh sedang berada dalam masa training. Sedangkan, pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) seharusnya tidak mengenal masa percobaan (Pasal 58 UU Ketenagakerjaan).

di bawah umk
Pada Bab II, jelas tertulis bahwa buruh akan diupah sesuai dengan UMK tahun 2015, sedangkan pada Bab I tertulis bahwa buruh dipekerjakan pada tahun 2016.

3. Bekerja tanpa Tunjangan-Tunjangan

Buruh bekerja dari tahun 2013 sampai Agustus 2017 tanpa tunjangan transportasi, tunjangan makan, cuti haid dan cuti melahirkan. Pembayaran lembur juga tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

4. Tidak ada Fasilitas BPJS Kesehatan

Dalam perjanjian kerja, perusahaan berjanji akan memberikan fasilitas BPJS Kesehatan, namun kenyataannya pekerja hanya diberikan fasilitas BPJS Ketenagakerjaan. Buruh terpaksa mengeluarkan biaya sendiri untuk berobat dan hal ini tentunya menambah beban pengeluaran pekerja.

5. Buruh Hamil Disuruh Mengundurkan Diri

Buruh perempuan seharusnya mendapatkan cuti melahirkan selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan sesuai dengan ketentuan Pasal 82 UU Ketenagakerjaan. Apabila buruh yang hamil dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) atau cuti tidak diberikan, maka perbuatan ini termasuk dalam perbuatan pidana sesuai Pasal 185 UU Ketenagakerjaan. Faktanya, buruh perempuan yang bekerja di pabrik tidak mendapatkan cuti melahirkan dengan cara disuruh untuk mengundurkan diri.

6. Gas Amoniak Sering Bocor

Amoniak adalah zat kimia yang digunakan sebagai bahan pendingin. Banyak pekerja melaporkan gas amoniak sering bocor hingga baunya tercium sampai ke ruangan tempat penyimpanan barang (loker). Hal ini juga meningkatan resiko  buruh terkena penyakit radang paru-paru, apalagi bagi buruh yang bekerja di ruangan yang dingin untuk mempertahankan kebekuan es krim.

7. Hari Kerja Berkepanjangan

Buruh bekerja selama 25 hari kerja dengan upah Rp3,5 juta. Lalu, lima hari kerja selanjutnya dihitung sebagai lembur. Alhasil, buruh nyaris tidak memiliki hari libur sama sekali. Jika buruh tidak masuk kerja apapun alasannya, maka upah dipotong.

8. Atasan Sering Berkata Kasar

Sejumlah rekaman yang beredar di kalangan pekerja memperdengarkan atasan yang sering mengumpulkan buruh untuk melakukan brainstorming. Suara atasan yang kencang, disertai dengan sindiran bahkan makian kepada buruh yang dianggap tidak tahu diri. Di kalangan buruh, atasan yang dikenal paling garang berinisial MM dan EK. Padahal mereka adalah orang Indonesia, tapi mereka justru lebih sangar daripada atasan yang warga negara China.

9. Ijazah Ditahan

Buruh juga mengalami penahanan ijazah yang dibuktikan dengan tanda terima yang diberikan kepada buruh. Hal ini merupakan bentuk tekanan agar buruh tetap bekerja di pabrik AICE meskipun dalam kondisi kerja yang tidak layak.

Akhirnya buruh mendirikan serikat pekerja yang bernama Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) pada awal Agustus 2017. Sejumlah keadaan mulai berubah, seperti adanya tunjangan, pembayaran lembur yang mulai sesuai peraturan ketenagakerjaan, buruh mulai mendapatkan hari libur dan pemotongan upah perlahan mulai dihilangkan. Buruh juga mulai berani menuntut agar mulut atasan lebih sopan. Meskipun masih ada juga buruh yang kena upahnya dipotong pada bulan Oktober lalu, padahal buruh tersebut telah melayangkan surat izin sakit.

Para pekerja berusaha untuk menuntut status permanen dengan melakukan pemogokan pada tanggal 02 November 2017. Pemogokan ini seyogyanya direncakan berakhir pada 16 November 2017, namun pada 06 November 2017, buruh memutuskan masuk kerja kembali setelah dalam sebuah diskusi pihak manajemen menyatakan kesediaannya untuk mengangkat pekerja sesuai dengan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan. Ternyata perusahaan mengeluarkan kebijakan lain dalam pengumuman nomor Nomor 001/SK-DIR/AFI/XI/2017 tanggal 06 November 2016, yakni pengangkatan dengan menggunakan prosedur seleksi. Hal ini membuat para pekerja kembali melayangkan surat pemberitahuan mogok kerja untuk tanggal 17 November 2017 sampai dengan 02 Desember 2017.

Memang sekalipun perusahaan sudah memberikan tunjangan-tunjangan per Agustus 2017, namun apabila buruh masih berstatus sebagai karyawan kontrak maka buruh dapat dikeluarkan dari perusahaan dengan mudah. Sama saja buruh seperti ‘barang bekas’ yang dibuang apabila sudah tidak dibutuhkan lagi. Inilah yang membuat para pekerja menjadi resah akan nasib dan masa depannya. Apalagi para buruh yang sering terpapar amoniak ini sudah digunakan oleh perusahaan untuk mencapai keuntungan yang besar.

AICE memang es krim dengan harga murah, namun bukan berarti nasib buruh Indonesia juga harus dimurahkan sedemikian rupa. Toh sekalipun es krim ini harganya murah, tapi laku keras sehingga sukses menggeser saingan-saingannya untuk menguasai pangsa pasar kelas bawah. Buktinya dalam sehari AICE bisa memproduksi sekitar 2 juta es krim.

Jika buruh Indonesia diperlakukan semena-mena oleh perusahaan asal China ini, Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA) seharusnya tidak menjadikan AICE sebagai sponsor perhelatan Asian Games 2018. Bukan tidak mungkin Indonesia akan dikecam oleh dunia internasional karena membiarkan AICE menjadi sponsor Asian Games 2018 di atas nasib buruhnya yang terpuruk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *