Solidaritas.net, New York – Tak lama setelah Presiden Palestina Mahmoud Abbas berpidato dalam Majelis Umum PBB, yang menyerukan solusi bagi dua negara, yaitu Palestina dan Israel, akhirnya bendera Palestina berkibar di Markas PBB untuk pertama kalinya, Rabu (30/9/2015). Mahmoud Abbas bersama Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon memimpin seremoni pengibaran bendera negara Palestina di Rose Garden, beberapa menit setelah ia menyampaikan pidatonya, Mahmoud Abbas langsung menaikkan bendera itu.
Dengan demikian, PBB secara resmi mengakui Palestina sebagai negara pemantau non-anggota yang benderanya berkibar di Markas PBB. Selain Palestina, negara pemantau non-anggota lain yang benderanya dapat dikibarkan di Markas PBB adalah Vatikan.
“Hari untuk menaikkan bendera ini akan segera datang di Yerusalem, ibu kota negara Palestina kami. Hari ini, setiap tahun, 30 September, akan menjadi hari bendera Palestina,” kata Abbas, berdiri di bawah bendera berwarna merah, putih, hijau dan hitam di taman bunga markas PBB, dilansir dari Cnnindonesia.com.
Palestina menginginkan Yerusalem Timur menjadi ibu kota dari Palestina yang independen, namun wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur diokupasi oleh Israel pada perang 1967.
Palestina bisa mengibarkan benderanya di Markas PBB setelah proses pemungutan suara dalam Sidang Majelis Umum PBB. Proses pemungutan suara itu disetujui 119 suara, dengan Israel dan AS berada di antara delapan negara yang tidak setuju dengan langkah tersebut. Israel menentang keras langkah tersebut dan mendesak negara-negara anggota agar memilih tidak setuju dengan pengibaran bendera Palestina.
Israel dan Amerika Serikat memilih menentang draf resolusi bendera Palestina, keduanya mengatakan bahwa tanda simbolik seperti mengibarkan bendera tak berarti apa-apa bagi proses perdamaian ke depan. Meski begitu, Ban Ki-moon menyebut pengibaran bendera itu hal penting yang bisa memicu aksi untuk perdamaian.
“Sekarang saatnya untuk menghadirkan kepercayaan bagi rakyat Israel dan Palestina untuk penyelesaian perdamaian, dan pada akhirnya, realisasi dua negara untuk dua rakyat,” ucap Sekjen PBB asal Korea Selatan itu, dilansir dari Kompas.com.
Sebelumnya pada 2011 lalu, upaya Palestina untuk menjadi negara anggota penuh PBB berujung pada kegagalan karena kurang dukungan dari Dewan Keamanan PBB.