Akibat Kesalahan Atasan, Buruh Di PHK

0
Foto ilustrasi PHK, sumber www.tabloidnova.com

Solidaritas.net, Bekasi – Lindawati, seorang buruh PT Brataco, pada tanggal 11 Januari 2011, mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat melaksanakan perintah atasan yang bertentangan dengan peraturan perusahaan. PT Brataco yang berkedudukan di Jl. Jababeka XIV Blok J no. 5H, Cikarang, Kabupaten Bekasi mem-PHK Lindawati yang telah 11 tahun bekerja di perusahaan tersebut.

Kejadian ini bermula saat Kepala Cabang PT Brataco di Bogor meminta Lindawati agar mencari pembeli untuk barang-barang macet yang berada di gudang PT Brataco. Atas persetujuan Kepala Pabrik PT Brataco Jababeka, Lindawati mengatur penjualan barang macet tersebut dengan sepengetahuan pihak manajemen PT Brataco kepada relasinya.

Namun ternyata, terdapat aturan yang melarang barang-barang PT Brataco untuk dijual kepada pembeli diluar daftar pembeli tertentu yang ada pada perusahaan. Atas dasar inilah kemudian pihak perusahaan melakukan skorsing menuju PHK terhadap Lindawati dengan tuduhan telah menggelapkan barang milik perusahaan.

Merasa tidak bersalah, Lindawati mengajukan keberatan dan meminta dilakukan perundingan. Namun perundingan tersebut tidak membuahkan kesepakatan, karena pihak perusahaan menolak untuk memberikan pesangon kepada Lindawati yang dianggap telah melakukan pelanggaran berat.

Perselisihan ini berlanjut ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bekasi, hingga melalui surat anjuran nomor 567/1973/HI-Syaker/VIII/20121 tertanggal 11 Agustus 2011, Disnakertrans menganjurkan agar PT Brataco membayarkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, ditambah upah proses senilai 45,7 juta rupiah.

Karena menolak anjuran tersebut, maka Lindawati mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung. Dalam gugatannya, Lindawati menuntut agar pihak perusahaan membayarkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sebesar 110,7 juta rupiah.

Selain itu Lindawati juga menuntut PT Brataco untuk membayarkan kekurangan upah senilai 7,7 juta rupiah beserta pembayaran upah selama tidak dipekerjakan (upah proses) senilai 21,5 juta rupiah. Dalam persidangan, pihak perusahaan tetap berkeberatan untuk membayarkan pesangon karena menganggap Lindawati telah melakukan pelanggaran berat.

Setelah memeriksa perkara, Majelis Hakim PHI Bandung, melalui putusan nomor 06/G/2012/PHI/PN.Bdg. tertanggal 2 Mei 2012, mengabulkan sebagian gugatan Lindawati. Majelis Hakim PHI Bandung menyatakan bahwa perbuatan Lindawati dilakukan atas perintah yang salah dan diakui oleh atasannya. Namun karena Lindawati sendiri mengakui kesalahannya, maka tindakan tersebut termasuk dalam pelanggaran indisipliner.

Oleh karena itu, Majelis Hakim PHI Bandung menyatakan putus hubungan kerja antara Lindawati dan PT Brataco dan menghukum pihak perusahaan untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak senilai 61,2 juta rupiah. Selain itu, Majelis Hakim PHI Bandung juga memerintahkan PT Brataco membayar kekurangan upah senilai 3,2 juta rupiah serta membayarkan upah selama tidak dipekerjakan (upah proses) senilai 18,8 juta rupiah kepada Lindawati.

Merasa keberatan, PT Brataco mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung, namun ditolak melalui putusan nomor 47 K/Pdt.Sus-PHI/2013. Demikian halnya dengan permohonan pengajuan kembali yang diajukan oleh PT Brataco, kembali ditolak oleh Mahkamah Agung melalui putusan nomor 108 PK/Pdt.Sus-PHI/2014.

Sumber website Mahkamah Agung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *