Solidaritas.net – Pada 24 September, aksi tani ke-54 berlangsung di berbagai kota dengan tuntutan besarnya “Reforma Agraria”. Menurut pantauan Solidaritas.net, Aksi Hari Tani terjadi sedikitnya di 19 kota di Indonesia, yakni Jakarta, Aceh, Kebumen, Palembang, Kendal, Lombok, Mataram, Medan, Ambon, Pekanbaru, Bandung, Solo, Pontianak, Samarinda, Mamuju, Cirebon, Aceh, Yogyakarta, dan Batang.
Meski mengusung tuntutan utama, reforma agraria, setiap daerah mengekspresikan tuntutan tersendiri yang menjadi masalah khusus di daerah masing-masing.
Di Jakarta, massa aksi melakukan aksi jalan kaki dari masjid Istiqlal ke Istana Negara menuntut pemerintahan baru, Joko Widodo – Jusuf Kalla, menjalankan reforma agraria sejati.
Aksi Hari Tani di depan kantor Gubernur Lombok berlangsung ricuh. Massa yang mendesak masuk ke kantor Gubernur, dibubarkan paksa oleh aparat Kepolisian. Massa menuntut pemerintah menindak investor yang menelantarkan lahannya.
Sementara, di Batang, petani menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Pesisir Jongor, Ponowareng. Aksi ini menarik perhatian lantaran warga bersama Greenpeace membentangkan spanduk berukuran raksasa yang bertuliskan “Food Not Coal” (makanan, bukan batu bara) yang terlihat jelas dari angkasa.
Bupati Kendal Jawa Tengah, Widya Kandi mengikuti aksi demo di depan gedung DPRD Kendal bersama petani dan Jaringan Masyarakat Kendal (Jamak). Ia menegaskan sikapnya berada di pihak petani dalam kasus tanah antara petani Desa Banyu Ringin dan Kali Putih melawan PT PN IX Merbabu Jawa Tengah.
Sementara, mahasiswa di Yogyakarta melakukan aksi Hari Tani dengan juga mengusus penolakan terhadap Pilkada Tidak Langsung. Massa petani Kediri yang geram karena tidak ada pejabat DPRD Kediri yang mau menemui mereka, menitipkan dua ekor kelelawar melalui aparat kepolisian untuk diserahkan kepada pimpinan DPRD Kediri.
Di Sulawesi Barat, para petani meminta impor beras dihapuskan. Unjuk rasa petani Mamuju digelar di pelataran kantor DPRD Mamuju.