Aktivis Buruh Tuntut Pemerintah Juga Lindungi Pekerja Rumahan

0

Solidaritas.net, Jakarta – Hingga saat ini, tidak ada peraturan yang jelas dan secara tegas mengatur tentang pekerja rumahandi Indonesia. Bahkan, di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga tidak mengatur secara spesifik mengenai pekerja rumahan. Sehingga, sangat banyak pekerja rumahan di negeri ini yang terpaksa harus menerima perlakukan yang tidak layak, baik soal upah, waktu kerja hingga perlindungannya.

sahkan ruu prt
Salah satu demo menuntut pengesahan RUU PRT. Foto: Jalaprt.co

Fakta inilah yang mendorong para aktivis buruh bergabung dalam Forum Mitra ILO MAMPU untuk memberikan dukungan pada pekerja rumahan dalam memperjuangkan haknya. Mereka berasal dari beberapa serikat buruh, yakni Garteks SBSI, FSP TSK SPSI Rekonsiliasi, FSP TSK KSPSI Kongres Jakarta, Kamiparho SBSI dan FSP RTMM SPSI. Selain itu, ada juga para aktivis dari organisasi non pemerintah, yaitu TURC, Bitra Indonesia, Yasanti, MWPRI.

“Ada kenyataan bahwa pekerja rumahan mengalami situasi yang sangat eksploitatif, bekerja selama berjam-jam dan mendapatkan upah yang jauh di bawah upah minimum dalam sebuah system, di mana mereka tidak memiliki daya tawar dan tanpa kepastian kerja,” ungkap juru bicara Forum Mitra ILO MAMPU, Eci dalam siaran persnya, Jumat (24/4/2015).

Hal ini disebabkan oleh kondisi kerja, dimana pekerja rumahan bekerja di rumahnya atau di tempat lain yang disepakati di luar perusahaan, sehingga ada fleksibilitas jenis pekerjaan, namun tidak terikat waktu, tidak ada pengawasan secara langsung dan upah dihitung dari banyaknya produk yang dihasilkan. Selain itu, fakta bahwa para pekerja rumahan masih belum terorganisir, juga menyebabkan banyaknya terjadi pelanggaran atas hak-hak mereka.

Berdasarkan fakta yang ditemukan di enam provinsi, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatra Utara, hanya ada sekitar 4.645 pekerja rumahan yang sudah terorganisir. Sedangkan di luar sana, masih ada puluhan ribu pekerja rumahan yang belum terorganisir dan teridentifikasi, di mana mayoritas adalah perempuan. Oleh karena itu, pemerintah harus labih tegas dalam melindungi para pekerja rumahan tersebut.

Menurutnya, seharusnya UU Ketenagakerjaan juga berlaku bagi pekerja rumahan. Meski tidak disebutkan secara jelas soal pekerja formal dan pekerja informal, namun pekerja rumahan juga pekerja yang memiliki hubungan kerja dengan pihak pemberi kerja. Sehingga, pekerja rumahan juga sama dengan pekerja yang dijelaskan dalam UU Ketenagakerjaan.

“Pekerja rumahan adalah pekerja, bukan ajang target eksploitasi para pengusaha pencari untung yang berusaha menekan biaya produksi dengan melemparkan sebagian proses produksi pada pekerja rumahan tanpa memberikan kelayakan kerja,” lanjut Eci lagi.

Terkait perlindungan bagi pekerja rumahan ini, Forum Mitra ILO MAMPU pun menyampaikan tiga tuntutan kepada Pemerintah Indonesia, yakni:

  1. Meratifikasi Konvensi ILO Nomor 177 tentang Pekerja Rumahan;
  2. Mengeluarkan kebijakan yang bisa melindungi pekerja rumahan; dan
  3. Menginstruksikan kepada seluruh stakeholder ketenagakerjaan (pemerintah dan pelaku usaha) untuk memperlakukaan pekerja rumahan secara layak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *