Solidaritas.net, Jayapura – PT Orica Mining Service melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak kepada buruhnya yang bernama Masripan Budi Santosa karena dianggap melakukan pelanggaran berat. Perusahaan mendasarkan pelanggaran berat meskipun belum ada bukti nyata berupa putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap terhadap perbuatan Masripan Budi Santosa. Masripan sendiri telah bekerja selama 3 tahun di PT Orica Mining Service, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pertambangan, dengan jabatan sebagai Emulsion Plant Operator Level 2.
Pihak perusahaan menganggap bahwa PHK yang dilakukan telah sesuai dengan Peraturan Perusahaan (PP) pasal 41 poin 8, sehingga perusahaan tidak berkewajiban untuk memberi uang pesangon maupun uang penghargaan masa kerja kepada Masripan Budi Santosa. Dinsosnakertans Kabupaten Mimika pun melakukan mediasi dan mengeluarkan anjuran nomor 565/28/ANJ/XI/2012 tertanggal 14 November 2012 setelah dalam perundingan bipartit antara keduanya tidak tercapai kesepakatan. Dinsosnakertrans melalui anjurannya menyatakan bahwa pihak perusahaan dapat melakukan PHK dengan kewajiban membayar uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4) dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Karena Masripan Budi Santosa tidak memberikan jawaban terhadap anjuran Dinsosnakertrans tersebut, maka PT Orica Mining Service mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jayapura. Dalam gugatannya, pengusaha menuntut agar Masripan di PHK tanpa pesangon akibat telah melakukan pelanggaran berat sesuai Peraturan Perusahaan (PP) pasal 41 poin 8.
Melalui putusan nomor 03/G/2013/PHI-JPR tertanggal 13 September 2013, Majelis Hakim PHI Jayapura menyatakan gugatan pengusaha tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) dengan Verstek, meski selama persidangan, Masripan tidak hadir setelah dipanggil dengan patut. Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim PHI Jayapura, sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 12/PUU-I/2003 tertanggal 28 Oktober 2004 dan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan nomor SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005, maka PHK atas dasar pelanggaran berat hanya dapat dilakukan setelah ada putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap (incraht).
Merasa keberatan dengan putusan PHI Jayapura, PT Orica Mining Service mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung dengan tuntutan yang sama. Namun disayangkan bahwa Mahkamah Agung, melalui putusan nomor 507 K/Pdt.Sus-PHI/2014 tertanggal 22 Oktober 2014, justru mengabulkan kasasi pengusaha. Dalam pertimbangan hukumnya, Masripan dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Perusahaan (PP) dan sesuai ketentuan pasal 161 ayat (1), Mahkamah Agung mengabulkan PHK atas Masripan.
Mahkamah Agung juga memerintahkan PT Orica Mining Service untuk membayar pesangon sesuai ketentuan pasal 161 ayat (3) dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan senilai 16.5 juta rupiah. (AY/RDN)
Sumber: Website Putusan Mahkamah Agung.