Pertanyaan:
Mau nanya, syarat-syarat perusahaan kalau mau menangguhkan upah itu apa aja?
(Bobi Habibi, buruh asal Pasuruan)
Jawaban:
Dalam UU no.13 tahun 2003 pasal 90 ayat (1) ditentukan bahwa pengusaha dilarang membayarkan upah di bawah upah minimum, akan tetapi pada ayat (2) juga ditentukan bahwa pengusaha dapat membayarkan upah di bawah upah minimum dengan cara mengajukan penangguhan.
Tata cara untuk melakukan penangguhan tersebut diatur secara khusus melalui Keputusan Menteri, yaitu Kepmenakertrans no. KEP.231/MEN/2003. Dijelaskan dalam pasal 3 ayat (1) bahwa permohonan penangguhan upah diajukan kepada Gubernur melalui Dinas Ketenagakerjaan di tingkat Propinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum.
Syarat utama untuk mengajukan penangguhan upah sesuai pasal 3 ayat (2) adalah adanya kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan buruh atau serikat buruh yang tercatat melalui perundingan tingkat bipartit. Tetapi dalam ketentuan pasal 3 ayat (3) ini disyaratkan bahwa serikat buruh dengan keanggotaan lebih dari 50% dari jumlah buruh di perusahaan tersebutlah yang dapat menjadi wakil buruh dalam perundingan. (Baca juga: Di Perusahaan Saya Perpanjangan Kontrak Sering Lewati Batas Waktu)
Lebih lanjut pasal 3 ayat (4) mengatur jika dalam perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat buruh, maka yang berhak menjadi wakil buruh dalam perundingan adalah yang memiliki anggota lebih dari 50% jumlah buruh dalam perusahaan tersebut. Atau serikat buruh dapat berkoalisi untuk mencapai jumlah lebih dari 50% tersebut sesuai pasal 3 ayat (5). (Baca juga: Penangguhan Upah Menyebabkan Persaingan Tidak Adil)
Jika serikat buruh tidak memiliki keanggotaan lebih dari 50% tersebut, maka tim perunding disusun secara proporsional antara buruh (non-serikat) dan serikat buruh, sesuai ketentuan pasal 3 ayat (6). Dan jika dalam perusahaan belum terbentuk serikat buruh, maka sesuai pasal 3 ayat (7), perundingan dilakukan dengan perwakilan buruh yang mendapatkan mandat dari mayoritas buruh di perusahaan tersebut.
(Baca selanjutnya di halaman 2)
Selain adanya naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan buruh atau serikat buruh, dalam pasal 4 ayat (1) disebutkan data pelengkap lain yang diperlukan untuk mengajukan penangguhan upah adalah laporan keuangan 2 tahun terakhir yang sudah diaudit akuntan publik, salinan akte pendirian perusahaan, data upah buruh menurut jabatan, data jumlah seluruh buruh dan jumlah buruh yang dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum, data perkembangan produksi dan pemasaran 2 tahun terakhir serta rencana 2 tahun yang akan datang.
Gubernur dapat meminta dilakukan audit oleh Akuntan Publik jika diperlukan untuk membuktikan ketidakmampuan perusahaan, sesuai pasal 4 ayat (3) dan dalam pasal 4 ayat (4) ditentukan bahwa Gubernur akan menetapkan penolakan atau persetujuan setelah menerima saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan Propinsi.
Gubernur akan memberikan ijin penangguhan dengan ketentuan sesuai pasal 5 ayat (2), yaitu membayar upah minimum sesuai upah minimum yang lama, atau membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama tetapi lebih rendah dari upah minimum yang baru atau menaikkan upah minimum secara bertahap.
Penolakan ataupun persetujuan atas permohonan penangguhan sesuai pasal 4 ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 bulan setelah tanggal pengajuan. Akan tetapi jika dalam waktu 1 bulan belum ada keputusan dari Gubernur, maka permohonan penangguhan tersebut dianggap telah disetujui.
Dengan berlakunya kedua aturan ini, yang sesungguhnya merugikan kaum buruh, maka pemerintah telah jelas melegalkan sistem upah murah. Jika dicermati banyak celah yang dapat digunakan oleh pengusaha untuk tidak membayarkan upah minimal sebesar upah minimum.
Sebagai contoh untuk memenuhi syarat berunding, hanya serikat buruh dengan keanggotaan lebih dari 50% jumlah buruh saja yang dapat mewakili buruh dalam perundingan tersebut. Jika tidak memenuhi maka tim perunding dibentuk dengan menyertakan buruh non-serikat, yang pada prakteknya akan diambil dari unsur LKS Bipartit, sehingga perundingan dapat dimanipulasi karena biasanya buruh yang ditempatkan dalam LKS Bipartit adalah bagian dari manajemen perusahaan.
(Baca selanjutnya di halaman 3)
Begitupun syarat audit oleh akuntan publik, dalam prakteknya, audit dilakukan hanya terhadap data-data yang diserahkan perusahaan. Bukan audit dalam pengertian melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi perusahaan secara independen. Sehingga hasil audit yang dilakukan tidak akan dapat mengungkap kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya atau dengan kata lain dapat dimanipulasi.
Pada hakikatnya, buruh yang bekerja di perusahaan itulah yang mengerti kondisi riil perusahaan, hanya saja tidak ada regulasi yang mengijinkan buruh untuk memeriksa langsung buku keuangan perusahaan. Sebab kondisi keuangan tercermin dari kebijakan yang dibuat perusahaan, misalnya saja jika perusahaan merugi tentu ada pengurangan fasilitas-fasilitas bagi jajaran manajerial, penghapusan lembur maupun pengurangan jam kerja.
Bahkan melalui keputusan menteri ini ditentukan bahwa penangguhan upah dapat secara otomatis dikabulkan jika dalam waktu 1 bulan belum ada keputusan dari Gubernur.
Regulasi-regulasi semacam inilah yang akhirnya mempertahankan kebijakan upah murah yang diterapkan oleh negara. Tidak ada jalan lain bagi buruh untuk melawan kebijakan upah murah ini, selain berserikat dan membentuk kekuatan politik rakyat hingga berkuasa secara politik, agar dapat membuat regulasi-regulasi yang pro kesejahteraan rakyat.
Catatan :
A. UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 90
(1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
(3)Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
B. Kepmenakertrans no. KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum
Pasal 2
(1) Pengusaha dilarang membayar upah pekerja lebih rendah dari upah minimum.
(2) Dalam hal pengusaha tidak mampu membayar upah minimum, maka pengusaha dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum.
Pasal 3
(1) Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) diajukan oleh pengusaha kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum.
(2) Permohonan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat.
(3) Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) Serikat Pekerja /Serikat Buruh yang memiliki anggota lebih 50 % dari seluruh pekerja di perusahaan , maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan untuk menyepakati penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(4) Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) Serikat Pekerja/Serikat Buruh, maka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan untuk menyepakati penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang memiliki anggota lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak terpenuhi, maka serikat pekerja /serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja / buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili perundingan dalam menyepakati penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) atau ayat (5) tidak terpenuhi, maka para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah pekerja/buruh dan anggota masing masing serikat pekerja/serikat buruh.
(7) Dalam hal di perusahaan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, maka perundingan untuk menyepakati penangguhan pelaksanaan upah minimum dibuat antara pengusaha dengan pekerja/buruh yang mendapat mandat untuk mewakili lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) penerima upah minimum di perusahaan.
(8) Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan melalui perundingan secara mendalam, jujur, dan terbuka
Pasal 4
(1) Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum harus disertai dengan :
a. naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan;
b. laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir;
c. salinan akte pendirian perusahaan;
d. data upah menurut jabatan pekerja/buruh;
e. jumlah pekerja/buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/buruh yang dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum;
f. perkembangan produksi dan pemasaran selama 2 (dua) tahun terakhir, serta rencana produksi dan pemasaran untuk 2 (dua) tahun yang akan datang;
(2) Dalam hal perusahaan berbadan hukum laporan keuangan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus sudah diaudit oleh akuntan publik.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila diperlukan Gubernur dapat meminta Akuntan Publik untuk memeriksa keadaan keuangan guna pembuktian ketidakmampuan perusahaan.
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Gubernur menetapkan penolakan atau persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum setelah menerima saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi.
Pasal 5
(1) Persetujuan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) ditetapkan oleh Gubernur untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dengan :
a. membayar upah minimum sesuai upah minimum yang lama, atau;
b. membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama tetapi lebih rendah dari upah minimum baru, atau;
c. menaikkan upah minimum secara bertahap.
(3) Setelah berakhirnya izin penangguhan, maka pengusaha wajib melaksanakan ketentuan upah minimum yang baru.
Pasal 6
(1) Penolakan atau persetujuan atas permohonan penangguhan yang diajukan oleh pengusaha, diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan penangguhan secara lengkap oleh Gubernur.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir dan belum ada keputusan dari Gubernur, permohonan penangguhan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), maka permohonan penangguhan dianggap telah disetujui.
Pasal 7
(1) Selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian, pengusaha yang bersangkutan tetap membayar upah sebesar upah yang biasa diterima pekerja/buruh.
(2) Dalam hal permohonan penangguhan ditolak Gubernur, maka upah yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, sekurang-kurangnya sama dengan upah minimum yang berlaku terhitung mulai tanggal berlakunya ketentuan upah minimum yang baru.
perusahaan tempat saya bekerja sudah 4 tahun menangguhkan upah. Padahal selalu banyak orderan. Keuangannya juga selalu bagus
Bahkan beli pabrik baru di daerah bogor dan upah staffnya yang di atas rata2. Bahkan ada yang 26 juta.
bagaimana hukumnya? mohon penjelasan
Terima kasih atas pertanyaannya. Syarat penangguhan upah ada tiga: (1) perusahaan mengalami kerugian dua tahun berturut-turut; (2) Dibuktikan dengan audit akuntan publik; (3) adanya persetujuan serikat buruh atau perwakilan buruh (jika belum ada serikat). Apakah penangguhan tersebut ada SK dari Gubernur? SK Gubernur tersebut dapat dibatalkan dengan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Silahkan kontak kami jika ingin berdiskusi lebih detail. Hubungi kami di BBM: 7F96324B | Whats App/SMS: +6285716619721 | email: redaksi@solidaritas.net.