Apa yang Dimaksud dengan PHK Sepihak?

Foto ilustrasi PHK sepihak.

Istilah “PHK Sepihak” seringkali kita dengar dalam perselisihan hubungan industrial yang biasanya digaungkan oleh kelompok buruh. Kondisi ini terjadi karena belum adanya kesepakatan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK). Hanya perusahaan saja yang menginginkan PHK, sedangkan buruh menolaknya.

Dalam hubungan industrial, PHK adalah peristiwa yang sering terjadi. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) mendefinisikan PHK sebagai “pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.”

Secara hukum, PHK sah dilakukan apabila memenuhi salah satu dari dua ketentuan, yakni:

  1. mendapatkan persetujuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan, atau;
  2. memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Oleh karena itu, PHK sepihak berarti PHK yang tidak disetujui oleh pekerja. Dua alasan utama PHK biasanya ditolak. Pertama, kompensasi yang tidak sesuai ketentuan, dan, kedua, buruh yang tetap ingin mempertahankan pekerjaannya karena melihat hal itu masih mungkin dipertahankan.

Biasanya mengacu pada kondisi perusahaan yang masih baik, buruh yang masih produktif dan menempatkan pekerjaan sebagai cara yang lebih bermartabat mendapatkan uang daripada sekadar menerima pesangon besar di usia produktif. Mempertahankan pekerjaan juga merupakan adalah cara mempertahankan tetap berdirinya serikat pekerja di perusahaan. Apalagi jika si pekerja adalah pengurus serikat pekerja yang keberadaannya penting bagi serikat tersebut.

Lazimnya, prosedur hukum penyelesaian PHK dilakukan dengan mengikuti perselisihan PHK sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2004. Perselisihan PHK adalah perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak, demikian pengertian yang diberikan oleh UU ini.

Pertama-tama, proses penyelesaian dimulai dari perundingan bipartit, yakni perundingan antara pihak pekerja/buruh dan pengusaha. Jika proses ini gagal, entah karena salah satu pihak tidak bersedia berunding atau telah dilakukan perundingan dalam kurun waktu 30 hari, maka salah satu pihak dapat mengajukan penyelesaian secara tripartit.

Langkah mediasi lebih sering dipilih sebagai penyelesaian tripartit dengan melibatkan mediator dari Dinas Tenaga Kerja setempat. Pihak mediator mengundang para pihak sebanyak tiga kali dan para pihak dapat memberikan pendapat hukum. Jika proses ini rampung, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis. Pihak yang tidak menerima anjuran dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial (PHI).

Seringkali, pihak buruh juga yang ujung-ujungnya mengajukan gugatan ke pengadilan agar permasalahan PHK tidak terkatung-katung. Pun anjuran tertulis memenangkan pihak buruh, penguasaha biasanya tidak mau menjalankan dan hanya bersikap pasif dengan mengabaikan.

Tidak heran jika pihak buruh melakukan berbagai upaya non litigasi, dari unjuk rasa sampai dengan mogok kerja (jika memungkinkan). Dalam proses buruh berupaya agar tuntutan dan/atau haknya terpenuhi, narasi penolakan PHK sepihak inilah yang sering terdengar disuarakan.

Jika putusan pengadilan mengabulkan PHK, maka PHK dianggap sah secara hukum, tapi buruh tetap memiliki hak untuk menolaknya jika dirasa tidak adil dan tidak berdasar. Selama buruh tidak menerim kompensasi, maka PHK tetaplah suatu keputusan sepihak belaka.

Kasus seringkali berlangsung bertahun-tahun lamanya hingga buruh merasa lelah dengan sendirinya. Namun, banyak juga yang tidak menyerah. Perjuangan buruh di beberapa negeri, seperti buruh Toyota di Filipina berlangsung 18 tahun hingga kini. Begitu juga perjuangan buruh Samsung di Korea Selatan yang telah berlangsung belasan tahun hingga petinggi Samsung terbukti bersalah melakukan pemberangusan serikat pekerja dan kondisi kerja perusahaan Samsung menjadi penyebab kanker.

Perjuangan buruh yang bertahun-tahun itu, tidak jarang menjadi menjadi suatu periode penempaan aktivis-aktivis buruh yang mau menjalaninya. Juga menjadi bahan bakar bagi sebuah perubahan ekonomi politik di suatu negeri yang pada akhirnya melibatkan massa buruh secara luas.

Baca juga: https://solidaritas.net/apa-yang-dimaksud-dengan-pmtk/

Tinggalkan Balasan