
Solidaritas.net – Setiap pengusaha dapat memberhentikan buruh ketika memasuki usia pensiun, meskipun batas usia pensiun yang dimaksud tidak diatur secara jelas dalam UU Ketenagakerjaan. Pengaturan batas usia pensiun bagi buruh biasanya diatur dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja maupun perjanjian kerja bersama (PKB). Umumnya, batas usia pensiun bagi buruh mengacu pada ketentuan dalam pasal 14 ayat (1) UU no.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yaitu 55 tahun.
Dilansir dari Hukumonline, dalam UU Ketenagakerjaan tidak diatur ketentuan yang mewajibkan pengusaha untuk mengikutsertakan buruhnya dalam program jaminan pensiun. Ketentuan yang mengatur tentang pensiun dinyatakan pada pasal 167 ayat (1) dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa:
“Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun danĀ apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak.”
Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengusaha tidak wajib untuk mendaftarkan atau mengikutsertakan buruhnya dalam program jaminan pensiun. Namun pasal 167 ayat (5) UU Ketenagakerjaan mengatur hak yang wajib diperoleh buruh jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) karena usia pensiun dan buruh yang bersangkutan tidak diikutsertakan dalam program pensiun, yaitu:
“Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”
Meski demikian saat ini telah berlaku UU no.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, atau lebih dikenal dengan UU BPJS, dan melalui UU ini telah dibentuk 2 BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.
Dalam UU BPJS pasal 15 ayat (1) ditentukan bahwa pengusaha atau pemberi kerja wajib untuk mendaftarkan diri dan buruhnya sebagai peserta BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti. Namun disayangkan bahwa hingga saat ini ketentuan pelaksana program jaminan pensiun sendiri belum selesai dirampungkan oleh pemerintah, meski program tersebut seharusnya telah berjalan mulai Juli 2015. (AY/RDN)