Baru-baru ini, buruh dikejutkan dengan aksi ABK ke KantorKejaksaan Karawang untuk menuntut pembebasan Ratna Ningrum yang dikriminalisasi karena membela petani. Aksi tersebut berujung ricuh, tapi kemenangan berpihak ke aksi buruh dan petani itu. Sepak terjang ABK memang sudah kerap terdengar, dari memperjuangkan Peraturan Daerah yang pro buruh sampai pembebasan buruh kontrak. Dan kini merambah isu-isu rakyat.
Dari mana sebenarnya asal muasal wadah yang bernama lengkap Aliansi Besar Karawang ini?
ABK ternyata memiliki latar belakang pembentukan yang tidak sederhana, butuh waktu bertahun-tahun hingga bisa seperti saat ini.
Awal Mula
Pada Minggu (8/9) lalu, Juru bicara ABK, Abda Khair Mufti menuturkan cerita pergerakan buruh Karawang, yang sebelum masa reformasi hanya terdapat dua serikat, yakni Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). SBSI tidak aktif, karena berada dalam kondisi sulit di bahwa masa Orde Baru. Sementara, SPSI sebagai serikat bentukan pemerintah bisa bergerak sebatas gagasan dan tindakan yang diizinkan oleh Orde Baru.
Pergerakan buruh zaman dulu, belum ada. Seingat Abda, aksi pernah terjadi hanya di tingkat pabrik waktu tahun 1997.
FSPMI belum ada pada masa itu. FSPMI lahir di Karawang pada tahun 2000, dua tahun setelah Reformasi. Bersamaan dengan FSPMI, lahir pula serikat-serikat lain, seperti Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), GSPMI, dan Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI).
FSPMI Karawang baru berhasil masuk ke Dewan Pengupahan Karawang pada tahun 2007, bergabung bersama SPSI yang sudah ada terlebih dahulu.
Tahun 2003, FSPMI melakukan aksi pertama dengan isu upah sektoral. Lalu, pada tahun 2005 berusaha menuntut lahirnya Perda Ketenagakerjaan sesuai amanat Rapat Pimpinan Nasional FSPMI. Kapasitas tuntutan Perda ini masih sebatas isu, belum ada konsep yang jelas mengenai hal itu. Draft Perda itu sendiri disiapkan oleh pemerintah di mana buruh berusaha memasukkan kepentingan mereka di dalamnya.
Kemudian, FSPMI menggagas pembentukan Aliansi yang bernama Aliansi Buruh Karawang (ABK). FSPMI melibatkan serikat-serikat buruh lainnya.
Libatkan Semua Elemen
Pada tahun 2007 berhasil menarik sekutu dari petani dan mahasiswa agar lebih kuat.
Ketika ABK menagih pengesahan Perda, pemerintah mengatakan draft itu sudah masuk ke DPRD. Namun, DPRD mengatakan draft itu hilang. Perjuangan menjadi agak tersendat.
Pada 2008, buruh melaksanakan program survey yang menghasilkan berbagai data penting, seperti data jumlah perusahaan per sektor, data buruh outsourcing, data buruh kontrak dan lain sebagainya. Buruh dibantu oleh Madani Institute yang lebih berpengalaman menangani survey. Hingga akhirnya membantu buruh memperjuangan Perda.
Ormas-ormas lain, seperti AMIB dan GRPK (anti korupsi), Organisasi Kepemudaan, termasuk Mahasiswa dan Petani turut bergabung dengan ABK. Sehingga ABK harus berganti nama menjadi Aliansi Besar Karawang (bukan Buruh saja) tahun 2009. Bersama Madani Institue, buruh mulai merumuskan draft sendiri.
Sampai saat ini, ABK tercatat berhasil memperjuangkan Perda Ketenagakerjaan; pembebasan buruh kontrak; Tunjangan Hari Raya Plus; dan yang terbaru pembebasan mantan Lurah Marga Mulya, Ibu Ratna Ningrum yang dikriminalisasi.
Meski mereka mendapatkan sandungan dari Pimpinan Pusat FSPMI yang tidak setuju akan keterlibatan anggota FSPMI di dalamnya, ABK tetap tegak berdiri melampaui sekat-sekat warna bendera.
Kini, ABK berusaha mengintervensi APBD Karawang untuk memperjuangkan dana advokasi untuk buruh dan anggaran sosialisasi Perda.
ABK juga berusaha memperluas jaringannya ke semua elemen, termasuk ke komunitas MOGE (Motor Gede) sehingga tercipta saling menghargai antar-elemen. Tidak ada lagi bentrok antar buruh dengan Ormas. Diskusi sudah pernah dilaksanakan satu kali, dan rencananya akan dilanjutkan diskusi empat kali lagi di empat titik.
Bagi PPMI yang diwakili oleh Daeng Wahidin, berjuang itu harus bermodalkan keikhlasan. ABK tidak menggunakan intruksi dalam aksi- aksinya. Seringkali, hanya dengan pengumuman saja via SMS atau Facebook. Siapa yang sadar ingin ikut mengawal, bisa datang tanpa paksaan. “Datang tak diundang, pulang tak diantar seperti Jaelangkung”, selorohnya.
“Lakukan dan lupakan,” tegas pria yang juga salah seorang tokoh PPMI ini.
***
Foto: Massa ABK di depan Kantor Kejaksaan (Kredit: Jambul)
Hebat, ya, aksi massa ABK.