Solidaritas.net, Surabaya – Perselisihan hubungan industrial kembali terjadi antara buruh yang bernama Tubi dengan PT Indonesia Tri Sembilan, yang berkedudukan di Ngoro Industri Persada blok S1 Ngoro, Mojokerto. Tubi yang berstatus buruh kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) ini menggugat ke PHI Surabaya untuk membatalkan PKWT dan menuntut perusahaan membayar uang pesangon sebesar 51,8 juta rupiah dan upah selama proses sebesar 38,1 juta rupiah.
Tubi adalah buruh PKWT di PT Indonesia Tri Sembilan yang telah bekerja selama lebih dari 3 tahun dan pada saat kontrak yang kesekian kalinya berakhir, perusahaan memutuskan untuk mengakhiri hubungan kerja dengan Tubi. Perusahaan menganggap bahwa dengan berakhirnya perjanjian kerja tersebut, maka hubungan kerja antara perusahaan dengan Tubi otomatis berakhir tanpa adanya kewajiban untuk memberikan pesangon sesuai dengan isi perjanjian.
Tubi tidak dapat menerima keputusan perusahaan ini karena ia merasa telah bekerja dengan masa kerja lebih dari 3 tahun, serta perpanjangan PKWT yang dilakukan selama ini, telah lebih dari 2 kali. Tubi berpendapat jika ia berhak untuk mendapatkan pesangon saat pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi.
Dalam persidangan, pihak perusahaan berdalih bahwa Tubi merupakan buruh kontrak yang tidak bekerja setiap hari. Ia hanya bekerja pada saat proses produksi berlangsung saja. Sehingga melalui putusan nomor 3/G/2014/PHI.Sby tertanggal 19 Mei 2014, Majelis Hakim PHI Surabaya menyatakan untuk menolak gugatan Tubi seluruhnya, dengan alasan Tubi tidak dapat membuktikan bahwa ia berhak untuk diangkat menjadi buruh tetap.
Tidak putus asa, Tubi mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung, dengan memasukkan kesaksian beberapa buruh lainnya di perusahaan, yang menyatakan bahwa Tubi tetap masuk bekerja membersihkan mesin-mesin produksi, meski produksi sedang tidak berjalan. Melalui putusan nomor 595 K/Pdt.Sus-PHI/2014 tertanggal 5 Januari 2015, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Tubi.
Mahkamah Agung membatalkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atas Tubi dan berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Sehingga atas PHK terhadap Tubi, maka pihak perusahaan wajib untuk membayarkan pesangon sebesar 24,1 juta rupiah dan putusan ini sekaligus membatalkan putusan PHI Surabaya.
Sumber: Website Mahkamah Agung
Editor: Andri Yunarko