Solidaritas.net – Dengan bertumbuhnya ekonomi dalam negeri, berkembang pula sektor Usaha Kecil dan Menengah atau UKM yang didirikan oleh para pelaku usaha di sektor swasta. Sebagai badan usaha, tentu saja UKM juga membutuhkan buruh dalam melaksanakan usaha dan meningkatkan produktivitas usahanya. Apakah buruh di sektor UKM tersebut juga dilindungi oleh UU Ketenagakerjaan?
Dilansir dari Hukumonline, definisi dari UKM menurut UU no. 20 tahun 2008 tentang Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah, yang dimaksud dengan UKM ialah kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.
Sedangkan dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang termasuk dalam pengertian pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri. Dan yang termasuk dalam pengertian dari perusahaan pada UU Ketenagakerjaan tersebut adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
Sehingga dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pelaku UKM juga merupakan pengusaha yang dimaksud dalam UU Ketenagakerjaan. Jika pelaku UKM mempekerjakan buruh untuk melaksanakan kegiatan usahanya, maka muncul hubungan kerja di antara buruh dengan pengusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Ketenagakerjaan.
Akibat dari timbulnya hubungan kerja tersebut, maka berlaku pula segala ketentuan yang berkaitan dengan hubungan kerja tersebut, sebagaimana tertuang dalam aturan ketenagakerjaan yang ada. Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, baik pengusaha maupun buruh pada sektor UKM, pada dasarnya terikat oleh UU Ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, buruh pada sektor UKM tersebut juga wajib mendapatkan hak dan perlindungan yang sama melalui UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagaimana layaknya buruh di sektor industri manufaktur. Namun demikian, pada prakteknya, hingga saat ini buruh di sektor UKM justru tidak terlindungi oleh aturan ketenagakerjaan yang berlaku dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Orientasi pemerintah yang hanya terfokus pada kepentingan modal, menjadi penyebab utama hilangnya perlindungan hukum bagi buruh di sektor UKM.
Editor: Andri Yunarko