Bekasi – Sejumlah perusahaan menjadikan status belum menikah sebagai salah satu syarat diterimanya seorang pencari kerja. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan tidak mengatur tentang larangan menikah bagi para pencari kerja maupun bagi buruh yang sudah bekerja.
Sumber : Slideplayer.info |
Sebagai contoh di PT Yamaha Indonesia Motor, dilansir dari Openkerja.com salah satu persyaratan untuk menempati posisi operator manufacturing adalah belum pernah menikah dan tidak sedang hamil. Persyaratan semacam ini sangat menyulitkan pencari kerja, sehingga biasanya ada pencari kerja yang terpaksa berbohong mengenai statusnya demi mendapatkan pekerjaan tersebut.
Maya salah seorang pencari kerja mengakui adanya kesulitan memenuhi persyaratan semacam itu. Pekerja yang berdomisili di Cibitung itu terpaksa harus pulang kampung ke Jawa Tengah untuk mengurus surat keterangan belum nikah.
Pasalnya di tempat ia melamar kerja di PT Epson mengharuskan dia memiliki surat keterangan belum menikah. Sedangkan kartu identitas seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dianggap belum cukup membuktikan statusnya.
“KTP diterima, tetapi pihak perusahaan tetap meminta surat keterangan belum nikah. Alasannya, dari yang sudah-sudah banyak pelamar kerja menggunakan KTP yang belum diperbarui status perkawinannya,” tutur Maya kepada Solidaritas.net, Jumat (6/1)
Tidak hanya dialami pencari kerja, hal serupa juga dialami buruh yang sudah bekerja. Bagi mereka yang sudah bekerja dan akan menikah terkadang diberi izin. Hanya setelah itu, kontrak mereka tidak diperpanjang atau diputuskan secara sepihak.
“Biasanya diizinin tapi setelah itu dihabisi kontraknya,” tutur Titin pekerja lainnya.
Sementara itu, kata dia, pihak perusahaan hanya menjelaskan bahwa pihaknya tidak menginginkan buruh/pekerja yang sudah terikat pernikahan. Perusahaan tidak memberikan alasan lebih rinci yang dapat diterima buruh.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap buruh yang melangsungkan pernikahan menyalahi UU Ketenagakerjaan Pasal 153. Meskipun begitu, masih banyak perusahaan yang menetapkan aturan larangan menikah.
Pasal 153 ayat (1) huruf d menyebutkan:
“Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh nikah.”
Lebih lanjut Pasal 153 ayat (2) menjelaskan:
“Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.”
Pingback: PT. Indonesia Epson Industry – Solidaritas.net