Aturan Tidak Masuk Kerja Selama 5 Hari Berturut-Turut

1

Solidaritas.net-Lima karyawan Dealer Motor Nusantara Surya Sakti (NSS) Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, dipaksa mengundurkan diri. Mereka dipaksa oleh perusahaan membuat surat pernyataan mengundurkan diri karena tidak masuk kantor . Namun pekerja tetap menolak membuat surat pengunduran diri. Akhirnya mereka mengadu ke Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sumba Barat,Selasa(1/11/2016).

Foto ilustrasi. Sumber: Pixabay

Mereka juga menilai perusahaan tidak bersikap bijaksana , karena karyawan berhalangan kerja disebabkan sakit dan angggota keluarga meninggal dunia.  (Tribunnews.com, Lima Karyawan NSS Mengadu ke Disnakertrans, 5 November 2016).

Jika pekerja tidak masuk selama lima hari berturut-turut, perusahaan tidak diperbolehkan melakukan PHK tanpa surat peringatan atau tanpa pemanggilan terlebih dahulu sebanyak dua kali.

Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 168 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.”

Apabila pekerja/buruh tidak masuk kerja 5 hari kerja atau lebih berturut-turut dengan keterangan secara tertulis yang dilengkapi bukti sah, maka pihak perusahaan/pengusaha tidak bisa memecatnya secara sepihak.

Kemudian jika pekerja/buruh tidak masuk kerja karena alasan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan, maka pekerja/buruh tetap mendapatkan haknya berupa upah yang harus dibayarkan oleh pihak perusahaan/pengusaha/pemberi kerja. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (2) yang menyatakan alasan-alasan izin pekerja/buruh yang harus tetap dibayar yaitu:

  1. Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
  2. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
  3. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membabtiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
  4. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara
  5. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
  6. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  7. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
  8. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat:
  9. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
  10. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

JIka pekerja akhirnya mengundurkan diri perusahaan/pengusaha wajib memberi uang pisah kepada pekerja/buruh. Dalam UUK Pasal 168 ayat (3) disebutkan “Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya di atur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”

Uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4) UUK meliputi: cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas per seratus) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Pada Pasal 162 ayat (2) UUK juga menyatakan bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaanya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Namun, beberapa pekerja/buruh yang tidak terikat dengan serikat pekerja tidak mengetahui adanya uang pisah ini karena masih ada beberapa perusahaan yang tidak mencantumkan uang pisah secara jelas dalam perjanjian kerjanya.

Hal ini seperti kasus yang dialami oleh Rini Kurniasari yang pernah bekerja di PT. GE FINANCE INDONESIA dari tahun 1977. Atas kemauannya sendiri pada tahun 2005, Rini Kurniasari mengundurkan diri.

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 578 K/Pdt.Sus/2008 menyatakan bahwa Rini Kurniasari berhak menerima uang penggantian dan uang pisah meski dalam perjanjian bersama dengan pihak perusahaan tidak diatur mengenai hak penggantian dan uang pisah. Oleh karena itu, bisa pekerja/buruh yang mengundurkan diri tetap berhak mendapatkan uang penggantian dan uang pisah meski dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian bersama tidak mencantumkannya.

One Comment

  1. Selamat sore, saya seorang karyawan swasta bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, sebagai drever manager kebun,sudah 1bulan saya tidak masuk kerja,karena berhalangan orang tua sakit dan saya juga sakit dan kakek mertua meninggal,apa yang harus di berikan pengusaha ke saya,atau apa yang harus saya tuntut ke pengusaha,karena saya di layang kan surat klarlifikasi Mengundurkan diri, pada hal bukti2 saya komplit

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *