Bagaimana Proletariat Muncul?

Teori Proletariat

Kemunculan Proletariat

Proletariat bermula dari revolusi industri, yang terjadi di Inggris pada paruh kedua abad yang silam (Abad ke-18), dan yang sejak saat itu juga terjadi di semua negeri beradab di dunia.

pekerja pabrik
Pekerja pabrik (foto ilustrasi). © Daniel-Wong.com.

Revolusi industri ini disebabkan oleh penemuan mesin uap, berbagai mesin pintal, alat tenun mekanik, dan segala rangkaian peralatan mekanik lainnya. Mesin-mesin ini, yang sangat mahal dan oleh karena itu hanya bisa dibeli oleh kaum kapitalis, mengubah seluruh modus produksi dan menggantikan para pekerja sebelumnya, karena mesin-mesin itu menghasilkan komoditas-komoditas yang lebih murah dan lebih baik daripada yang bisa dihasilkan para pekerja dengan roda-roda pemintal dan tenun manual yang tidak efisien. Mesin-mesin ini mengalihkan industri sepenuhnya ke tangan para kapitalis besar dan membuat properti para pekerja yang sedikit ini sama sekali tak berharga (perkakas-perkakas, alat-alat tenun, dsb.). Akibatnya, kaum kapitalis akhirnya memiliki segalanya di tangan mereka dan tidak ada yang tersisa bagi para pekerja. Hal ini menandai masuknya sistem pabrik ke dalam industri tekstil.

Segera setelah dorongan untuk memperkenalkan mesin dan sistem pabrik diberikan, sistem ini menyebar luas dengan cepat ke semua cabang industri, khususnya industri pakaian dan percetakan buku, industri barang-barang pecah-belah, dan industri logam.

Kerja semakin terbagi di antara tiap-tiap pekerja, sehingga pekerja yang sebelumnya menggarap suatu bagian yang utuh dari pekerjaan, sekarang hanya mengerjakan suatu bagian daripadanya. Pembagian kerja ini memungkinkan untuk memproduksi barang-barang lebih cepat dan lebih murah. Pembagian kerja ini mereduksi aktivitas tiap-tiap pekerja menjadi gerak-gerak yang sederhana, mekanis, dan berulang-ulang tanpa henti, yang tidak saja dilakukan dengan baik tapi juga jauh lebih baik oleh sebuah mesin. Dengan demikian, semua industri ini jatuh, satu demi satu, di bawah dominasi mesin uap dan sistem pabrik, sebagaimana dialami oleh mesin pintal dan tenun manual.

Tapi pada saat yang sama, mereka juga jatuh ke tangan para kapitalis besar, dan pekerja-pekerja mereka tercerabut dari kemerdekaan apapun yang tersisa bagi mereka. Berangsur-angsur, tidak hanya manufaktur sejati tapi juga pertukangan (handicraft) masuk ke dalam wilayah sistem pabrik seiring dengan para kapitalis besar semakin menggantikan para tukang/pekerja terampil kecil (small handicraftsmen) dengan mendirikan pabrik-pabrik besar, yang menghemat banyak pengeluaran dan memungkinkan pembagian kerja yang terperinci.

Hal ini menjelaskan bagaimana di negeri-negeri beradab pada masa kini hampir semua jenis pekerjaan dilakukan di pabrik-pabrik – dan, hampir di semua cabang pekerjaan, pertukangan dan manufaktur telah digantikan. Proses ini, hingga tingkatan yang lebih tinggi, memporakporandakan kelas menengah, khususnya para tukang/pekerja terampil kecil; proses ini telah mengubah sepenuhnya kondisi para pekerja; dan dua kelas baru telah tercipta, yang berangsur-angsur menelan semua kelas lainnya. Mereka adalah:

(i) Kelas kapitalis besar, yang, di semua negeri beradab, hampir secara eksklusif memiliki semua alat subsistensi dan instrumen (mesin-mesin, pabrik-pabrik) serta bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi alat subsistensi. Inilah kelas borjuis, atau borjuasi.
(ii) Kelas yang sama sekali tidak memiliki properti, yang harus menjual kerja mereka kepada kaum borjuasi guna mendapatkan, sebagai gantinya, sumber penghidupan (subsistensi) untuk menopang hidup mereka. Kelas ini disebut kelas kaum proletar, atau proletariat. (Baca juga: Hambatan Kapitalis di Pasar)

Di bawah kondisi-kondisi apakah penjualan (tenaga) kerja kaum proletar kepada kaum borjuasi berlangsung?

(Tenaga) kerja, oleh kapitalis (borjuasi) dianggap sebagai komoditas (barang dagangan), seperti barang-barang yang lain dan, oleh karena itu, harganya ditentukan oleh hukum-hukum yang persis sama dengan yang berlaku pada komoditas-komoditas yang lain. Dalam sebuah rejim industri besar atau rejim persaingan bebas–sebagaimana akan kita lihat–keduanya tiba pada hal yang sama: harga sebuah komoditas, rata-rata, selalu setara dengan biaya produksinya. Karena itu, harga (tenaga) kerja juga setara dengan biaya produksi kerja. (Baca juga: Kontradiksi Ekonomi Kapitalisme)

Tetapi, biaya-biaya produksi (tenaga) kerja terdiri dari kwantitas sumber-sumber subsistensi (penghidupan) yang diperlukan sang pekerja mampu untuk terus bekerja, dan untuk mencegah matinya kelas pekerja. Oleh karena itu, untuk kerjanya, sang pekerja akan memperoleh tidak lebih dari apa yang diperlukan untuk tujuan ini; dengan kata lain, harga (tenaga) kerja, atau upah plustunjangan-tunjangan lainnya , akan dibuat menjadi serendah-rendahnya, seminimum mungkin, yang diperlukan untuk bertahan hidup si pekerja.

Namun, karena bisnis terkadang lebih baik dan terkadang lebih buruk, maka kadang-kadang sang pekerja memperoleh lebih dan kadang-kadang memperoleh kurang untuk komoditas (tenaga) kerjanyanya. Tapi, lagi, sebagaimana si industrialis, secara rata-rata pada saat-saat yang baik maupun buruk, mendapat tidak lebih dan tidak kurang dari komoditas jualannya ketimbang biaya yang mereka keluarkan, maka rata-rata sang buruh mendapat tidak lebih dan tidak kurang dari minimumnya.

Semakin industri besar menguasai semua cabang produksi, maka semakin ketat hukum ekonomi upah plus tunjangan-tunjangan tersebut diberlakukan.

Apakah kelas-kelas pekerja sudah ada sebelum revolusi industri?

Kelas-kelas pekerja selalu, menurut tahapan-tahapan yang berbeda dari perkembangan masyarakatnya, hidup dalam kaitan-kaitan (konteks-konteks) yang berbeda dan mempunyai relasi-relasi yang berbeda dengan kelas-kelas pemilik dan penguasa.

Di zaman kuno, kaum pekerja adalah budak-budak para pemilik, sebagaimana sekarang ini masih berlaku di banyak negeri terbelakang.

Pada Abad Pertengahan, mereka adalah para hamba (serf) dari kaum bangsawan pemilik tanah, sebagaimana masih berlaku pada abad ke-19 di Hungaria, Polandia, dan Rusia. Di Abad Pertengahan, bahkan hingga revolusi industri, terdapat juga pekerja-pekerja terampil (journeymen) di kota-kota yang bekerja melayani para tuan majikan borjuis kecil. Berangsur-angsur, seiring dengan berkembangnya manufaktur, para pekerja terampil ini menjadi para pekerja manufaktur yang kemudian dipekerjakan oleh para kapitalis yang lebih besar.

(E)

Tinggalkan Balasan