Jakarta – Kantor PT. Michelin Indonesia yang berlokasi di Pondok Indah Office Tower, Jl. Sultan Iskandar Muda, Jakarta Selatan, menjadi sasaran demonstrasi sekitar 300 massa dari Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR), Minggu (19/7/2020). Massa buruh menuntut tanggung jawab produsen ban motor Michelin atas nasib buruh di PT. Sum Hing Indonesia yang dipekerjakan sebagai buruh kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) secara berkepanjangan.
PT. Sum Hing Indonesia sebagai pengelola Mold (Cetakan Ban Motor dan Ban Mobil) untuk PT. Michelin Indonesia yang menyimpan dan menyalurkan Cetakan Ban Motor merk Michelin dan Ban Mobil merk Uniroyal Tiger Paw Touring A/S dan Bf Goodrich Advantage Control.
PT. Sum Hing Indonesia diduga melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 65 Ayat 7 dan Ayat 8 dan Pasal 66 yang mana penggunaan jasa outsorcing hanya untuk kegiatan penunjang yaitu usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan ), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan dan usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.
Penggunaan outsorcing di PT. Sum Hing Indonesia dinilai tidak termasuk ke dalam lima kategori tersebut yang mana para pekerja yang dari jasa outsorcing PT. Nindy Putri Mandiri di tempatkan di bagian utama/core yaitu di bagian Storage, Diss Assembly, Sandblast, Drilling, Mold Repair, Assembly Mold, Finishing/ Machining, dan Quality Control yang semua itu bagian utama dalam proses produksi yang ada di PT Sum Hing Indonesia.
Dalam orasinya, perwakilan buruh menuturkan terjadinya sejumlah kejanggalan seperti buruh pernah meminta BPJS Kesehatan saat hendak berobat, namun kartu BPJS tidak tidak aktif.
“Alasannya ada kesalahan sistem,” kata seorang orator.
Seorang orator, Kadi Hidayatullah mengatakan Michelin yang terkenal karena produk ban motor yang berkualitas dan digunakan oleh perlombaan MotorGP, namun di baliknya, ternyata perusahaan vendor (pemasok) Michelin banyak yang tidak patuh hukum.
“Patut diduga pengusaha vendor Michelin tidak membayarkan BPJS demi meraup untung,” kata Kadi.
Ketua F-SEDAR, Saiful Anam berpesan agar buruh harus saling bersolidaritas antara satu sama lain, karena beratnya masalah yang dihadapi buruh. Banyak peraturan yang masih dilanggar oleh pengusaha, terutama di tingkat rantai pasokan dalam industri manufaktur.
“PT. Michelin Indonesia harus bertanggung jawab atas pelanggaran yang terjadi di PT. Sum Hing Indonesia. Kode etik PT. Michelin Indonesia itu sangat luar biasa dalam bidang Hak Asasi Manusia (HAM) , akan tetapi Kode Etik tersebut hanya jadi pajangan saja dan faktanya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya,” orasi Saiful.
Dalam aksinya, buruh menyatakan tuntutan sebagai berikut:
- Meminta PT. Michelin Indonesia sebagai Custumer dari PT. Sum Hing Indonesia memastikan PT. Sum Hing Indonesia untuk Patuh Hukum dengan menjalankan isi Anjuran Disnaker Nomor : 565/91/Disnaker dan Anjuran Nomor : 567/1660/Disnaker perihal Anjuran tertanggal 18 Maret 2020;
- Pekerjakan kembali buruh PT. Sum Hing Indonesia yang dikenai PHK sepihak sesuai isi Anjuran Disnaker Nomor : 565/91/Disnaker dan Anjuran Nomor : 567/1660/Disnaker perihal Anjuran tertanggal 18 Maret 2020 dan dipulihkan hak-haknya selama tidak dipekerjakan;
Pekerjakan kembali buruh anggota SPPB PT. Sum Hing Indonesia yang dikenai sanksi berupa PHK sepihak dan angkat ke-18 anggota dan pengurus SPPB PT. Sum Hing Indonesia menjadi karyawan tetap sesuai ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Berdasarkan dokumen kode etik yang diakses di https://www.michelin.com/en/documents/michelin-code-of-ethics-2/, Michelin menyatakan kode etik untuk perusahaan pemasoknya adalah sebagai berikut.
Michelin ingin memastikan bahwa pemasok dan penyedia jasanya menghormati prinsip-prinsip yang setara dengan yang ditetapkan oleh Kode Etik Grup, terutama mengenai penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan bahwa mereka mempromosikan prinsip yang sama dalam hubungannya dengan pemasok dan kontraktor.
Michelin terutama meminta pemasok dan subkontraktornya menghormati hal berikut ini:
- Peraturan internasional khususnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Ringkasan Global (Global Compact) dan Panduan OECD;
- Ketentuan hukum dan peraturan mengenai hukum perburuhan yang berlaku di negeri tersebut (tingkat upah, waktu kerja, kebebasan berserikat);
- Peraturan fundamental ILO, khususnya konvensi buruh anak, kerja paksa, kerja wajib, menghormati kebebasan berserikat dan hak berunding, dan non-diskriminasi;
- Martabat manusia melalui kondisi kerja wajar (dapat diterima);
- Peraturan keamanan, keselamatan dan kesehatan, untuk membatasi dampak kegiatan pada keselamatan dan keamanan personel, dan komunitas yang berada di dekat instalasi;
- Peraturan keselamatan yang berlaku di tempat Michelin di mana mereka bekerja.
Upaya ini, yang diambil oleh Grup Michelin, untuk bertindak secara bertanggung jawab dan etis mengenai karyawan, mitra dan masyarakat setempat, harus dipahami dan dihormati oleh Anda semua. Kewaspadaan dan keterlibatan untuk setiap orang sangat penting agar pendekatan ini abadi.