Solidaritas.net, Kebumen – Konflik lahan pertanian antara para petani Urut Sewu, Desa Lembupurwo, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, dengan aparat TNI terus terjadi hingga saat ini. Dilansir dari Merdeka.com, baru-baru ini konflik itu kembali memanas, setelah aparat militer lagi-lagi memaksakan pemagaran lahan, sehingga dihadang oleh para petani yang selama ini mengolahnya dengan tanaman pertanian. Akibatnya, aksi itu berujung bentrok.
Peristiwa bentrok lahan itu terjadi pada Kamis, (30/07/2015), usaha pemagaran lahan yang dilakukan oleh pasukan TNI dihadang oleh ratusan warga yang terdiri dari para petani, pemuda desa, dan ibu-ibu, termasuk massa solidaritas dari Desa Wiromartan, Mirit, Tlogodepok, Kaibon Petangkuran, Ambalresmi, Entak, Setrojenar, dan Ayamputih. Aparat dari dua kesatuan; Zipur dan Yonif 403 yang berjumlah sekitar 500 personil itu pun bentrok dengan warga.
“Pukul 14.00 – 15.00 WIB, ibu-ibu sigap turun ke jalur lubang galian pondasi yang dibuat personil militer dengan tujuan menghentikan penggalian. Aksi ibu-ibu ini mendorong warga mengikuti tindakan pengurugan galian, tetapi pasukan militer berusaha keras mencegahnya. Terjadi aksi dorong-mendorong yang berlanjut dengan pemukulan dan tindakan kekerasan lainnya yang dilakukan pasukan militer,” demikian penjelasan kronologi bentrok tersebut yang dimuat di Bumistrojenar.blogspot.com, Sabtu (01/08/2015).
Akibat tindakan kekerasan itu, sebanyak lima orang warga mengalami luka-luka. Beberapa di antara korban itu adalah Rubino (30 tahun), yang jatuh pingsan setelah terkena pukulan tongkat dari petugas TNI, sehingga terpaksa dirawat di Puskesmas Mirit. Selain itu, dia juga harus kehilangan satu unit ponsel. Kemudian, korban lainnya adalah seorang perempuan yang terinjak-injak massa dan seorang warga lainnya bernama Teguh Wiromartan (26).
“Jumlah korban keseluruhan lima orang, tetapi yang terkena pukulan toya tak terhitung jumlahnya,” tambah keterangan pada kronologi bentrok Urut Sewu di Lembupurwo tersebut.
Hingga pukul 16.00 WIB, pihak TNI mencoba melakukan komunikasi untuk meredakan bentrok, namun pasukan lain tetap melanjutkan pemagaran di lokasi tersebut. Sebelum peristiwa bentrok terjadi, Kepala Desa Lembupurwo, Bagus Wirawan, sebenarnya juga telah mencoba menghubungi Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen untuk melaporkannya. Namun, tidak diangkat. Saat menelepon Polsek dan Camat Mirit, dia sempat menjelaskan kondisinya. Polsek Mirit pun berjanji akan menurunkan dua petugas intel ke lokasi tersebut.
Demikian pula saat Kepala Desa Kaibon Petangkuran, Muhlisin, mencoba menghubungi Bupati Kebumen, Buyar Winarso, meski tersambung, namun pembicaraan tak berjalan baik. Kemudian Kepala Desan Wiromartan, Widodo Sunu Nugroho, juga menghubungi Kapolres Kebumen, Faisal. Namun, dia berdalih belum ada koordinasi dengan pihak Denpom, sehingga tak bisa mengirim pasukan keamanan resmi.
Ketua Koordinator Urut Sewu Bersatu, Widodo Sunu, mengatakan dalih yang digunakan TNI adalah latihan militer, alih-alih melakukan pemagaran lahan.
“Disamping itu juga ratusan personel TNI yang didatangkan dipersenjatai lengkap untuk menghadapi masyarakatnya sendiri, yang seharusnya dilindungi. Pemagaran yang sampai saat ini masih terus berlanjut menyampaikan meskipun hari ini penolakan warga dipukul mundur. Namun gerakan penolakan pemagaran akan terus dilanjutkan,” pungkas Sunu.