Solidaritas.net , Hong Kong – Kemenangan buruh migran Indonesia (BMI), Erwiana Sulistyaningsih dalam persidangan terhadap kasus kekerasan yang dilakukan oleh majikannya di Hong Kong, ternyata menginspirasi BMI lainnya untuk memperjuangkan kembali kasusnya di negeri tersebut. Salah satunya adalah Kartika Puspitasari, seorang BMI asal Ciamis, Jawa Barat, yang dulunya juga bekerja di Hong Kong dan mengalami kekerasan dari majikannya.

Pada bulan Mei 2014 yang lalu, Kartika kalah dalam persidangan pidana pelanggaran hukum perburuhan terhadap majikannya. Meski sudah berlalu selama setahun, beberapa jurnalis lokal di Hong Kong kembali teringat dengan kasus tersebut, usai kemenangan yang diraih Erwiana di pengadilan setempat. Para jurnalis lokal Hong Kong itu pun baru-baru ini kembali membicarakan kasus Kartika tersebut dan membandingkannya dengan soal kasus Erwiana.
Bahkan, salah seorang jurnalis senior dari RTHK, bernama Dora, menyebut ada sebuah ketimpangan dan ketidakadilan atas putusan yang diberikan oleh pihak pengadilan dalam kasus Kartika, dibanding dengan yang diberikan dalam kasus Erwiana. Pembicaraan itu lalu berlanjut dengan kepedulan dan usaha nyata dari sejumlah pihak yang bersimpati dan peduli. Hingga, kemudian salah satu NGO, Mission for Migrant Worker bersedia membantu.
“Koordinasi berlanjut, hasilnya, pada tanggal 7 Mei 2015 atas biaya dan bantuan fasilitas dari NGO tersebut, Kartika diterbangkan ke Hong Kong untuk mendaftarkan kembali kasusnya,” seperti dikutip Solidaritas.net dari situs JurnalisLombok.com, Selasa (23/6/2015).
Saat diwawancarai Apakabar+ melalui jaringan telepon, Kartika mengatakan proses tersebut sedang berjalan. Menurutnya, tim yang mendampinginya sedang melengkapi beberapa persyaratan, mulai dari dokumen visum, hingga bukti-bukti pendukung lainnya. Ia sendiri meminta untuk didampingi oleh pengacara yang dulu menangani kasus Erwiana. Namun, sejak tanggal 2 Juni 2015 lalu, Kartika sudah kembali ke Indonesia, sambil menunggu perkembangan pengajuan kembali kasusnya tersebut di kampung halamannya di Ciamis.
“Besar harapan saya, agar kasus saya segera mendapat keadilan,” harap Kartika saat itu.
Seperti dikutip pula dari situs imwu.buruhmigran.or.id, Selasa (23/6/2015), kedua majikan Kartika di Hong Kong sebenarnya sudah dinyatakan bersalah dan divonis hukuman penjara selama 5,5 tahun bagi majikan perempuannya dan 3,5 tahun bagi majikan lelaki, atas tindakan penganiayaan yang mereka lakukan. Namun, atas dakwaan pidana pelanggaran hukum perburuhan, pengadilan Hong Kong malah membebaskan kedua majikannya itu.
Akibatnya, permohonan ganti rugi dari Kartika pun ditolak oleh pengadilan di negara itu. Kartika sendiri menuntut hak-haknya berupa gaji dan hari libur, serta hak-hak lain yang belum dibayar oleh majikannya selama 22 bulan bekerja di sana. Selama itu pula, ia selalu mengalami penyekapan dan tindakan penganiayaan yang serius dari kedua majikannya itu. Oleh karena itu, sekarang Kartika ingin memperjuangkan kembali hak-haknya tersebut.