BMI Desak Pemerintah Revisi UU Perlindungan TKI

0

Solidaritas.net, Jakarta – Masih banyaknya kasus penyiksaan yang terjadi terhadap buruh migran Indonesia (BMI) di luar negeri, membuat para tenaga kerja Indonesia (TKI) itu mendesak pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perlindungan bagi warga negaranya yang berada di luar negeri tersebut. Berbagai cara pun telah ditempuh untuk menyampaikan aspirasi itu.

aksi JBMI
Aksi Jaringan Buruh Migran Indonesia bersama GSBI pada Hari Buruh Migran Internasional. 18 Desember 2014 lalu. (Sumber foto: InfoGSBI.org)

Baru-baru ini, Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) meminta pemerintah untuk segera merevisi undang-undang (UU) perlindungan TKI di luar negeri. Menurut mereka, UU itu perlu direvisi agar lebih mengakomodasi dan melindungi BMI yang bekerja di luar negeri.

“Di luar negeri sana masih lebih dari 2.000 kasus (penyiksaan TKI) yang belum ditangani oleh pemerintah. Akarnya karena tidak ada payung hukum yang benar-benar melindungi,” ungkap salah seorang aktivis BMI Erwiana Sulistyaningsih di Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Jl Latuharhary, Jakarta, Selasa (03/03/2015), seperti dikutip dari Detik.com.

Menurut Erwiana, UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri yang ada saat ini belum mengakomodir para BMI, sehingga banyak TKI di luar negeri yang mengalami nasib menyedihkan. Apalagi, pemerintah masih menyerahkan perlindungan TKI pada agensi, sehingga membuat mereka rentan dieksploitasi oleh majikan.

“Kondisi penampungan yang tidak manusiawi, gaji yang diterima harus dipakai untuk melunasi potongan agen dan upah yang tidak sesuai. Ada agen yang tidak mau tanggung jawab pada para TKI yang dikirimnya,” tambah mantan BMI yang pernah menjadi korban penyiksaan majikan di Hong Kong ini, namun dia berhasil memenangkan kasus tersebut.

Atas dasar fakta itulah, maka JBMI pun menuntut pemerintah untuk segera merevisi UU Nomor 39 Tahun 2004 tersebut. Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi UU tersebut sesuai dengan konvensi ILO C 189. Berikut dua tuntutan dari JBMI:

  1. Menuntut pemerintah untuk mencabut UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, karena kami anggap tidak sesuai dengan peraturan perlindungan untuk tenaga pekerja buruh.
  2. Mendesak pemerintah untuk menciptakan UU perlindungan yang mengadopsi isi dari Konvensi PBB 1990 dan harus meratifikasi konvensi ILO C 189 mengenai Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga (PRT), di mana hak PRT Migran lebih dijamin.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Djoni Rolindrawan mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan TKI sudah masuk dalam RUU Prioritas 2015. Sehingga menurutnya, pada saat pembahasan RUU tersebut nanti, Komisi IX sudah akan membahas hal-hal yang substansial, agar bisa segera mendapatkan kepastian hukumnya.

Ditambahkan lagi oleh politisi yang berasal dari Partai Hanura itu, RUU Perlindungan TKI tersebut akan memberikan payung hukum perlindungan bagi TKI, termasuk BMI yang bekerja di luar negeri. Dengan begitu, UU tersebut bisa menjadi payu hukum dalam menghadapi mafia buruh migran yang marak terjadi dan seakan tak pernah teratasi.

“Sehingga tidak ada lagi cerita sedih yang sering kita dengar terhadap nasib pahlawan devisa kita di luar negeri sana,” kata Djoni pula, seperti dilansir oleh portal Liputan6.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *