Solidaritas.net – Ada beragam bentuk hukuman pidana, salah satunya adalah hukuman pidana percobaan atau bebas bersyarat. Jika hal ini terjadi pada buruh, apakah pengusaha diperbolehkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat hukuman pidana percobaan tersebut ?
Dilansir dari Hukumonline, hukuman pidana percobaan merupakan pidana bersyarat yang dijatuhkan oleh hakim dan pelaksanaannya tegantung dari syarat dan kondisi tertentu. Sebagai contoh, pidana baru dijatuhkan jika dalam masa percobaan, orang tersebut terbukti melakukan tindak pidana. Sehingga jika tidak ada tindak pidana yang dilakukan, maka pidana tersebut tidak perlu dijatuhkan.
Dalam kondisi demikan, buruh yang terkena hukuman pidana percobaan tetap dapat menjalankan aktivitas dalam bekerja seperti biasa, sepanjang ia tidak lagi melakukan tindak pidana. Setelah terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 012/PUU-I/2003, pengusaha tidak diperbolehkan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh dengan alasan kesalahan berat, sebelum adanya putusan pengadilan pidana yang bersifat tetap.
Namun dalam hal buruh yang bersangkutan ditahan oleh pihak berwajib, maka kewajiban pengusaha diatur dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 160, yaitu:
(1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan oleh pihak berwajib karena melakukan tindak pidana, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan; 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan; 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan; 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih; 50% (lima puluh perseratus) dari upah
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali.
(5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
(6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
(7) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 156 ayat (4).
Oleh karena itu, jika terdapat buruh yang dikenai hukuman pidana percobaan, maka pada dasarnya pengusaha tidak diperbolehkan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pidana tersebut. Kecuali bagi buruh yang dikenai hukuman kurungan oleh pihak berwajib atas dugaan tindak pidana, dengan ketentuan berlaku sebagaimana termuat dalam pasal 160 UU Ketenagakerjaan di atas.
Editor: Andri Yunarko