Solidaritas.net, Tangerang- Buruh PT Prima Utama Plastik (PT PUP) atau PT Prima Plastindo Utama (PT PPU) di Jl Industri I Kawasan Industri Jatake Bl A/7-A Jatake, Jatiuwung Tangerang di PHK oleh HRD perusahaan karena melontarkan protes hingga melakukan mogok kerja akibat adanya pembedaan lokasi parkir.

Sebanyak 15 orang buruh PT PUP atau PT PPU di PHK dan hari ini (17/4/2015) ibu-ibu buruh PT PUP atau PT PPU sedang berupaya melakukan bipartit namun pihak pengusaha tidak menanggapinya.
Bermula dari pihak perusahaan PT PUP atau PT PPU yang memberikan perlakuan berbeda terhadap buruh berserikat dan buruh tidak berserikat dalam hal lokasi parkir. Bagi buruh yang tidak berserikat dipersilahkan menempati didalam tempat parkir yang disedikan sedangkan buruh berserikat diperintahkan memarkir kendaraan di luar tempat tersebut.
Menyikapi pembedaan perlakuan itu para buruh berserikat melontarkan protes kepada HRD namun protes tersebut justru ditanggapi dengan amarah sehingga para buruh yang berserikat memutuskan untuk melakukan mogok kerja pada (16/3/2015) lalu.
Mengingat mogok kerja dapat melemahkan hasil produksi maka HRD pun memutuskan untuk berunding bersama buruh berserikat yang menghasilkan keputusan secara lisan bahwa setiap buruh baik yang berserikat maupun sebaliknya harus memarkir kendaraan di luar dan tidak akan mengungkit persoalan mogok yang sempat dilakukan buruh.
Keesokan harinya (17/3/2015) buruh tidak diizinkan masuk kerja dengan alasan harus menunggu personalia. Buruh menunggu personalia di halaman kantor dan tidak kunjung datang, akhirnya mereka melakukan unjuk rasa hingga diperbolehkan masuk kantor.
Keesokan harinya lagi (18/3/2015) buruh tidak diizinkan masuk dan harus berhadapan dengan preman yang disewa pihak perusahaan untuk menghalang-halangi kehendak buruh yang ingin masuk kerja. Buruh berserikat ini pun geram dan melakukan unjuk rasa besar-besaran dan membuat HRD mau menandatangani surat perjanjian di atas materai yang berisikan kesepakatan bahwa pihak perusahaan tidak akan mengungkit aksi mogok yang pernah dilakukan buruh pada (16/4/2015) dan buruh diperbolehkan kerja seperti biasa.
Sangat disayangkan pada Sabtu (4/4/2015) lalu buruh-buruh ini dipanggil oleh HRD untuk merundingkan dan menghitung setiap kerugian yang harus ditanggung perusahaan akibat aksi mogok buruh. Artinya, pengusaha tidak konsisten dengan perjanjian yang telah dibuat di atas materai.
Saat itu, dengan nada angkuh HRD memerintah buruh untuk segera membuat surat pengunduran diri namun ditolak oleh buruh karena buruh pun berhak untuk mempertahankan pekerjaannya yang telah dijamin oleh Undang Undang. Tidak puas dengan penolakan itu, HRD pun mengambil keputusan memecat buruh secara lisan.
Terang saja hal itu dibantah oleh buruh, salah satu buruh yang di PHK Ahmad Jumhana “bapak memecat kami secara tertulis akan kami lawan apalagi secara lisan,” katanya