Buruh Harus Paham Pembukuan Keuangan Perusahaan

Laporan Kegiatan Pendidikan Ekonomi-Politik Solidaritas.net: Memahami Pembukuan Perusahaan, 16 November 2014

pendidikan pembukuan perusahaan
© Pendidikan memahami Pembukuan Perusahaan, Minggu, 16 November 2014. © Solidaritas.net / Moch. Arifin

Buruh tidak hanya berjuang dengan aksi-aksi di jalanan dan menuntut hak normatif saja, tapi juga harus menalar penindasan dan penghisapan yang dilakukan oleh pengusaha (kapitalis) secara ekonomi-politik. Itulah pentingnya menjadi buruh yang berpengetahuan dan berkepribadian, dengan mengatasi hambatan-hambatannya, termasuk pembungkaman ilmu pengetahuan terhadap buruh yang sering dilakukan oleh serikat-serikat buruh kuning.

Proses litigasi dalam memenangkan tuntutan buruh pun perlu dilakukan oleh buruh sendiri. Dalam beberapa pengalaman kasus perburuhan yang terjadi, semua bukti menjadi penting ketika berada di meja perundingan. Contohnya, ketika berunding mengenai persoalan upah, buruh harus mengetahui isi pembukuan perusahaan. Kenapa? Agar buruh memiliki landasan dalam menuntut, yakni berapa keuntungan perusahaan yang dihasilkan dari kerja buruh. Bukan sekadar mengikuti instruksi dari serikat untuk menuntut, tapi tidak tahu dengan jelas landasannya, apa dan siapa yang mau dituntut.

Solidaritas.net mengadakan pendidikan ekonomi-politik yang bertajuk Memahami Pembukuan Perusahaan, hari Minggu lalu (16/11/2014). Dalam kesempatan ini, buruh juga dipertemukan dengan peneliti Wiji Thukul yang juga dosen di salah satu Universitas di Malaysia, Febri Ian.

Pendidikan ini diikuti oleh sekitar 63 buruh yang berasal dari berbagai serikat, seperti PPMI, GSPB dan individu dari SPSI dan FSPMI. Danial Indrakusuma, selaku pengajar, membuka kegiatan ini secara langsung. Pendidikan berkisar mengenai mengapa buruh harus belajar dan mengerti pembukuan perusahaan, serta hal-hal penting apa saja yang didapat setelah buruh mampu memahaminya.

Pendidikan terdiri atas dua sesi, yakni cerita Febri Ian mengenai sosok Wiji Thukul dan pendidikan pembukuan perusahaan itu sendiri.

Febri menceritakan sosok Wiji Thukul sebagai tokoh pergerakan yang mampu memimpin 5.000 buruh Sritex di masa keganasan Orde Baru. Thukul melahirkan berbagai puisi dan syair yang mampu menggetarkan hati bagi yang mendengarkannya.

“Wiji Thukul bukan saja sebagai penyair handal, tapi juga mempunyai kemampuan sebagai organisator politik. Kenapa seorang penyair seperti Wiji Thukul ditakuti dan menjadi target represi dari penguasa, karena dia berorganisasi dan berpolitik dengan menggunakan puisinya,” kata dosen muda yang sudah bergelar doktor ini, merangkum sosok Wiji Thukul.

Itulah kelebihan Wiji Thukul yang dibenarkan oleh Danial Indrakusum yang mengenal langsung sosok Thukul semasa hidup.

“Organisator politik yang mampu berpropaganda lewat puisi-puisi dan syair-syair perlawanan,” kata Danial.

Wiji Thukul telah tiada, ia menjadi korban penghilangan paksa Orde Baru. Namun semangatnya tetap dikenang lewat puisi-puisi dan sejarah hidupnya yang dipersembahkan untuk menumbangkan kediktatoran Orde Baru. Buktinya, saat ditanyakan “siapa yang tidak mengenal Wiji Thukul?”, hanya satu buruh yang mengacungkan tangan.

Di sesi kedua, Danial Indrakusuma mengambil alih. Ia memaparkan istilah-istilah akuntansi yang sebenarnya sederhana dalam realitas, namun dibuat rumit agar nampak seolah-olah buruh sulit memahaminya, seperti accounting circles, ledger, journal, income statement, balance sheet, dan seterusnya. Danial menjelaskan melalui LCD Proyektor untuk memperlihatkan contoh-contoh pembukuan perusahaan dari mulai yang sederhana sampai yang kompleks.

Menurutnya, kompleksitas (kerumitan) akuntansi dipakai oleh pengusaha untuk menyembunyikan nilai keuntungan sebenarnya dari buruh. Bahkan, buruh menjadi berpikir tidak bisa memahami buku perusahaan, sehingga harus menyewa akuntan publik yang bayarannya sangat mahal dan belum tentu berpihak pada buruh, jika ingin mengetahui isi buku keuangan perusahaan. Danial juga memperlihatkan cara menata-ulang pembukuan perusahaan agar mudah dimengerti dan sesuai dengan realitas.

Salah seorang peserta pendidikan dari GSPB, Sulaeman, memberikan contoh kasus perburuhan yang saat ini sedang berjalan, yakni kasus penutupan PT Dharma Kridatama. Setelah buruh melakukan pemogokan, pengusaha menutup perusahaan. Sebagai dalih, pengusaha menyewa akuntan publik untuk membuktikan bahwa perusahaan merugi.

“Kami menolak terhadap hasil dari akuntan publik sewaan pengusaha, karena, pertama, hasil dari akuntan publik ini tidak dapat membuktikan bahwa perusahaan mengalami kerugian dua tahun berturut-turut. Kedua, akuntan publik yang ditunjuk tidak berdasarkan dari hasil perundingan bersama, tapi ditunjuk secara sepihak oleh pengusaha PT Dharma. Ketiga, banyak keganjilan dalam catatan pembukuan yang dibuat oleh akuntan itu. Juga tanpa disertai catatan referensi atau nomor dokumen transaksi,” kata pria yang akrab disapa Leman ini.
Tepat pukul 17.00 sore, Pendidikan Pembukuan Perusahaan diakhiri.

Danial Indrakusuma memberikan catatan tersendiri mengenai Pembukuan Perusahaan, yakni sebagai berikut:

“Pendidikan tentang pembukuan perusahaan bukan lah sekadar untuk mengamati catatan-catatan kegiatan proses produksi dan komponen-komponennya dalam nilai moneter (keuangan), tapi juga membongkar penghisapan tenaga kerja kaum buruh (atas nama pemilikan legal-hukum atas alat-alat/sarana-saran produksi dalam bentuk modal), dan lebih peka terhadap alur atau proses produksi sehingga bisa menentukan jantung pabrik sebagai kreteria (patokan) kekuatan tenaga kerja buruh dalam makna kekuatan untuk melanjutkan proses produksi atau menghentikan proses produksi (alias mogok)–sehingga kaum buruh dapat bermartabat di hadapan pemilik modal dan memastikan bahwa, di atas kertas, buruh dapat memenangkan perlawanan dan perjuangannya asal berkehendak kompak dan setahap demi setahap melatih ketahanan-uji (militansi) mewujudkannya. Hal lainnya adalah agar kaum buruh paham posisi perkembangan perusahaan (alias hasil kerjanya) dalam bentuk moneter (keuangan), sehingga tidak mudah dibohongi dalam perundingan upah sundulan, bonus, tunjangan-tunjangan lainnya, atau pun dalam perundingan kepailitan. Masalah terakhirnya adalah: apakah kaum buruh memiliki hak legal-formal-hukum untuk membuka dan mengamati buku perusahaan setiap waktu? Tidak. Namun demikian, kaum buruh masih memiliki celah untuk menganalisanya lewat berbagai cara–mengamati siklus akuntansi, menganalisa berbagai data industri tertentu secara rata-rata dan kecenderungannya, serta lain sebagainya (tunggu pelajaran berikutnya). Dan yang paling penting: dari analisa pembukuan perusahaan, maka kawan-kawan jadi paham tentang produksi dan ekonomi (masyarakat) yang tidak menghisap tenaga kerja kaum buruh, sekaligus juga mengerti bagaimana menghapuskan pengangguran.”

Tinggalkan Balasan