Buruh Helm NHK Tolak Aturan Ganti Hari Libur

0

Solidaritas.net, Bogor – Setiap memasuki bulan ramadhan atau mejelang lebaran Idul Fitri pengusaha PT Danapersadaraya Motor Industry (PT DMI) menetapkan peraturan baru, di mana buruh hanya harus bekerja tiga hari dalam seminggu. Dengan catatan, waktu libur yang diberikan harus diganti di kemudian hari.

pabrik helm
Foto ilustrasi pabrik helm. Foto: sportku.com.

Bukan dengan uang waktu libur itu harus diganti, melainkan dengan bekerja di kemudian hari di luar jam kerja dan pada saat-saat tertentu sesuai permintaan pengusaha. Aturan yang telah berlangsung lama ini pun menuai penolakan dari buruh di tahun 2015 ini.

Selain dianggap tidak masuk akal, aturan tersebut juga dianggap tidak berkekuatan hukum, sebagaimana dijelaskan pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bogor, bahwa tidak ada aturan yang membenarkan buruh harus mengganti waktu libur dengan bekerja di kemudian hari seperti yang ditetapkan oleh PT DMI.

Oleh karena itu, buruh menyatakan penolakannya dengan mengisi angket. Sampai Selasa (7/7/2015) dari 1500 orang buruh sudah sebanyak 800 orang yang menyatakan penolakannya terhadap aturan tersebut.

Mengetahui hal itu, pengusaha pun turut membuat angket. Sayangnya mayoritas buruh tetap menyatakan menolak. Tidak hanya membagikan angket, pengusaha juga memberitahukan dua hal kepada buruh, yaitu:

  1. Buruh harus patuh dengan semua aturan.
  2. Bersedia melakukan pekerjaan di luar jam normal.

Meskipun sempat menolak, namun saat ini buruh telah menyepakati pemberitahuan tersebut dengan catatan harus ada penambahan jam kerja dan upah dibayarkan sesuai peraturan yang berlaku.

Dalam hal ini, buruh mencoba mendorong pengusaha untuk membayar upah lembur apabila mempekerjakan buruh dengan waktu kerja yang melebihi 7 jam sehari untuk 6 hari kerja; 40 jam dalam seminggu atau 8 jam sehari untuk 5 hari kerja, dan; waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah.

Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 78 ayat (2), (4), pasal 85 dan yang lebih lengkapnya diatur dalam Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004 mengenai waktu dan upah kerja lembur.

Menanggapi masalah ini, ketua PTP Ikatan Serikat Buruh Indonesia (ISBI) PT DMI, Muhammad Fauzan berharap agar pemasalahan ini menjadi pelanggaran terakhir.

“Kami berharap, kali ini pelanggaran terakhir karena sudah terlalu banyak pelanggaran di PT DMI,” katanya saat dihubungi Solidaritas.net, Selasa (7/7/2015).

Menurut Fauzan, PT DMI perusahaan yang berdiri sejak 2 Agustus 2004 dengan memproduksi helm jenis NHK, GM, VOG, MAZ dan MIX telah banyak melakukan pelanggaran sejak tahun 2011. Seperti mempekerjakan buruh dengan status PKWT (kontrak) melampaui aturan yang berlaku dan tidak kunjung mengangkat statusnya menjadi PKWTT (permanen), tidak mendaftarkan buruh sebagai peserta BPJS (Badan Penyelanggara Jaminan Sosial) meskipun belum lama ini telah diakomodir.

Bahkan pada tahun 2015 ini pengusaha membayarkan upah buruh hanya senilai Rp.2.590.000 dari yang semestinya Rp.2.665.000.

“Pelanggaran paling fatal adalah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 8 orang pengurus termaksud ketua ISBI PT DMI pada Maret 2013 yang saat itu sedang mengajukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB),” ungkap Fauzan.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *