Bekasi – Banyak buruh diabaikan oleh pengurus setelah berserikat. Padahal mereka memilih aktif berserikat agar hak-haknya yang dilanggar dapat diperjuangkan.
Buruh saat mengikuti pendidikan Ekonomi Politik (Foto: Danial Indrakusuma) |
Meski kecewa, namun buruh memilih tetap berserikat karena tidak ingin berkonflik dengan pengurus. Di PT Honda Prospect Motor (PT HPM) misalnya, buruh mengaku tidak pernah diadakan pendidikan, diskusi, dan konsolidasi untuk membahas hak-hak normatif.
Tidak ada perlindungan dan tindakan memperjuangkan hak-hak buruh oleh SPSI sebagaimana mestinya fungsi sebuah serikat. Padahal setiap bulannya upah buruh dipotong secara otomatis sebesar Rp.10.000 untuk serikat.
“Tidak ada kegiatan, kesejahteraan buruh pun masih sangat tertinggal dan sangat jauh dari kata layak,” tutur salah seorang buruh yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (4/1/2017)
Akibatnya, buruh merasa tidak ada gunanya berserikat dan mereka menjadi tidak peduli dengan aktivitas pengurus serikat. Mereka hanya terdaftar sebagai anggota dan upahnya dipotong.
Walaupun tidak keberatan dengan iuran Rp.10.000, namun buruh tidak pernah mengetahui laporan keuangan serikat.
Pada tahun 2015 jumlah anggota serikat SPSI PT HPM diperkirakan 6.000-7.000 orang. Mereka tidak pernah mengetahui laporan keuangan sejak 2001-2011. Pada tahun 2012 diberikan laporan keuangan namun tanpa perincian.
Slip potongan gaji buruh PT HPM Foto: Solidaritas.net (SS-BY-CA-3.0) |
Mereka baru menerima laporan keuangan lagi di tahun 2015 karena mereka akan mendirikan serikat baru, sehingga SPSI merasa khawatir anggotanya akan pindah ke serikat baru tersebut. Setiap kali ditanyakan mengenai laporan keuangan serikat, pengurus menjawab bahwa serikat bukanlah koperasi.
Contoh yang hampir sama juga terjadi di salah satu perusahaan di Kawasan Industri EJIP. Mereka mengaku tidak ingin bertahan dengan serikat lama karena merasa diabaikan. Kinerja pengurus serikat dinilai tidak mengalami kemajuan dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh.
Sedangkan pemahaman mereka terhadap hak-hak normatif masih sangat minim karena pengurus tidak mengadakan pendidikan. Adapun yang memilih tetap bertahan karena mereka tidak mau berkonflik dengan pengurus.
“Teman yang lain tidak keluar, jadi ikut tidak keluar. Pokoknya mau cari aman,” tutur salah seorang buruh
Ada pula pengurus yang kurang menjalankan fungsi serikat karena jam kerjanya panjang. Mereka tetap bekerja meskipun hari Minggu dan hari libur nasional yang bertepatan dengan perayaan hari raya tertentu. Sehingga keinginan anggota untuk mendapatkan pendidikan tidak terpenuhi.
“Sehari-harinya pengurus hanya bekerja. Hampir tidak pernah ada aktivitas serikat,” ujar salah seorang buruh yang bekerja di salah satu perusahaan kawasan MM 2100.