Sebulan lalu, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono pernah mengatakan tidak ada protes soal besaran iuran ini.
“Ini tidak diprotes serikat buruh karena yang biasa melakukan protes ialah buruh formal,” kata Agung Laksono, pada Selasa (8/10), di Jakarta.
Penarikan pembayaran akan dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai pengelola program Jaminan Kesehatan Nasional. BPJS akan bekerja sama dengan tiga bank BUMN, yakni Bank BNI, Bank Mandiri dan Bank BRI.
Selain harus bayar dan berkelas, pekerja informal juga bisa semakin terbebani dengan mekanisme pembayaran iuran yang harus dilakukan di muka untuk tiga bulan ke depan.
Hal ini ditegaskan oleh Direktur Utama PT Askes Fachmi Idris, “Dalam memilih kelas layanan, peserta tidak boleh berpindah-pindah kelas minimal dalam jangka waktu satu tahun. Misalnya, sudah bayar untuk kelas III, kemudia mau naik kelas II, yang bersangkutan tinggal bayar kekurangannya,” dilansir dari setkab.go.id (10/10/2013).
Tuntutan Buruh Tak Kesampaian
UU BPJS disahkan oleh DPR pada tanggal 28 Oktober 2011, berkat pengawalan dari kaum buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) yang dimotori oleh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia.
Di dalam berbagai siaran persnya, KAJS menuntut agar BPJS berbadan hukum publik ‘wali amanah’, iuran buruh ditanggung pengusaha sepenuhnya, penerima bantuan iuran adalah mereka yang berupah di bawah upah minimum, dan jaminan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.
Dalam perjalanannya, tidak ada penegasan dari pemerintah mengenai bentuk BPJS. Di UU No. 40 Tahun 2011 tentang BPJS, dinyatakan BPJS berbadan hukum. Konsep wali amanah juga tidak digunakan. BPJS terdiri atas dewan pengawas dan dewan direksi. Hanya, dua wakil pekerja berada di dewan pengawas. Sementara Dewan Direksi ditentukan oleh presiden dan kriteria orang miskin yang menjadi PBI ditetapkan oleh pemerintah.
Mengenai iuran, buruh dibebankan iuran sebesar 1 persen, sementara pengusaha sebesar 4 persen. Alokasi dana untuk penerima bantuan iuran (PBI) juga minim, hanya sebesar Rp19.225 per bulan per orang.
Yang dikhawatirkan, adalah standard kemiskinan yang rendah. Semakin rendah standard angka kemiskinan, maka semakin sedikit orang miskin yang terjaring sebagai PBI. Sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2012 tentang PBI, kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu akan ditetapkan oleh menteri setelah berkoordinasi dengan menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait.
Bisa dibayangkan jika yang digunakan adalah standard BPS yang menggunakan angka konsumsi sekitar Rp7.500, maka orang miskin yang terjaring hanya sekitar 12 persen atau 30 juta jiwa. Mereka yang bisa berpenghidupan Rp10.000 per hari juga belum tentu mampu membayar premi BPJS. (Rn)
Buruh Informal Harus Bayar Premi BPJS Rp25.500-Rp59.500
Solidaritas.net, Nasional – Buruh informal yang ingin menikmati jaminan kesehatan harus membayar biaya sebesar Rp25.500 per bulan untuk layanan rawat inap kelas III, Rp42.500 untuk kelas II dan Rp59.500 untuk kelas I.