Buruh Ingin ke Ancol Sah-Sah Saja

Solidaritas.net | Salah satu berita di media arus utama yang menyudutkan buruh adalah buruh minta uang berlibur ke Ancol. Berita ini dimuat Detik Finance, 4 dan 5 November 2014,[1] dan di-repost ke berbagai media sosial dan Kaskus. [2] Seperti biasanya, buruh menjadi bulan-bulanan cemohan dari mereka yang selalu mengkonotasikan buruh sebagai makhluk melarat.
Lucunya, satu-satunya narasumber dalam berita soal ini adalah perwakilan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Betapa tidak berimbangnya berita mengenai buruh liburan ke Ancol.

Dalam berita tersebut, Asrial Chaniago dari APINDO menyebutkan buruh meminta tambahan upah minimum sebesar Rp. 200 ribu, salah satunya karena buruh ingin ke Ancol untuk rekreasi.

“Mereka bilang Ancol lebih berkelas. Mereka bilang ide dasarnya itu untuk memperbaiki hidup. Masa kami nggak boleh ke Ancol. Bagi pengusaha kan berpikir mau rekreasi ke mana saja itu sama saja,” kata Asrial, dikutip dari Detik Finance.

Setelah itu, di berita yang sama maupun di berita yang lainnya, tak ada tanggapan dari pihak buruh sama sekali.

Padahal, dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2012, rekreasi untuk buruh hanya diberikan dua kali dalam satu tahun (2/12) di daerah sekitar. Tidak setiap bulan, apalagi setiap minggu, sehingga sebenarnya sangat wajar jika rekreasi ke tempat-tempat wisata yang layak dan mereka inginkan. Peraturan ini juga yang tidak memungkinkan buruh Jakarta dan sekitarnya menuntut liburan ke Bali yang kerap ditertawakan itu.

Tapi, media mendidik masyarakat untuk menilai tuntutan buruh tidak wajar. Media seakan enggan menjelaskan arti tuntutan buruh dari aspek hukum dan kenyataan yang sebenarnya. Buruh dicitrakan sebagai kelompok masyarakat yang hobinya menuntut belaka, tanpa kerja keras.

Buruh adalah manusia paling produktif dengan tenaganya, yang memproduksi barang dan jasa, tanpa henti dengan sistem shift kerja. Seorang buruh dapat kerja 8-12 jam sehari untuk mencukupi kebutuhan hidup. Begitu lelah pulang ke rumah, bahkan hanya sekadar untuk menyapa anak dan isteri/suami. Mereka juga yang menyaksikan bagaimana pabrik-pabrik tumbuh dan menghasilkan keuntungan, investasi meluas.

Seorang pengusaha dengan gampangnya mengatakan “perusahaan rugi” tanpa ada audit publik atau negara, berapa sebenarnya keuntungan yang dihasilkan oleh pengusaha. Tanpa beban perasaan, pengusaha bisa seenaknya meminta pengampunan untuk para pengusaha pengemplang pajak. [3]

Rujukan:

[1] http://finance.detik.com/read/2014/11/05/112729/2739422/4/ini-alasan-buruh-minta-uang-untuk-tamasya-ke-ancol – http://finance.detik.com/read/2014/11/05/105307/2739372/4/buruh-minta-tambahan-uang-saku-untuk-tamasya-ke-ancol
[2] http://www.kaskus.co.id/thread/5459aab80d8b46f1308b4568/alasan-buruh-minta-uang-tamasya-ke-ancol
[3] http://economy.okezone.com/read/2014/12/17/20/1080696/apindo-minta-pemerintah-ampuni-pengemplang-pajak

***

activate javascript

Tinggalkan Balasan