Buruh Kalteng Mogok Kerja Tolak PHK dan Sistem Kerja Kontrak

Solidaritas.net, Kotawaringin Barat – Ratusan buruh perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) menggelar aksi mogok kerja, Senin (1/6/2015). Massa buruh dari Pengurus Unit Kerja (PUK) SPSI PT Bumitama Gunajaya Abadi (BGA) Wilayah 5 itu melakukan aksi mogok di depan kantor perusahaan tempat mereka bekerja, di Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalteng.

spsi bga mogok kerja
SPSI PT BGA mogok tolak sistem kerja kontrak dan PHK.

Aksi penghentian produksi itu sendiri merupakan bentuk protes mereka atas pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penerapan perjanjian kerja yang tidak sesuai yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Menurut salah seorang pimpinan serikat tersebut, Gusti Samudra, protes ini dilakukan oleh para buruh karena perusahaan mereka secara sewenang-wenang telah memberlakukan aturan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

“Dalam satu bulan terakhir, perusahaan mengeluarkan kebijakan untuk mengganti status kerja buruh yang sudah bekerja tahunan bahkan puluhan tahun menjadi buruh kontrak, dengan menandatangai surat perjanjian keja dengan waktu tertentu (PKWT) terhitung pada 1 Mei 2015,” ungkap Gusti dikutip dari situs www.agra-indonesia.org, Selasa (2/6/2015).

Dijelaskannya, kebijakan perusahaan tersebut membuat para buruh merasa resah, karena sangat merugikan mereka. Selain itu, kebijakan itu juga menyalahi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bahkan, buruh yang menolak kebijakan tersebut, di-PHK oleh pihak manajemen perusahaan tanpa diberikan hak apapun.

“Inilah yang memaksa kami semua hari ini melakukan protes dan terpaksa menghentikan produksi. Kami menginginkan dialog dengan pihak perusahaan dan meminta perusahaan bersedia menerapkan aturan sesuai hukum yang berlaku,” lanjut Gusti menjelaskannya.

Kebijakan perusahaan yang membuat PKWT itu sendiri, menurut Gusti, tidak memiliki dasar hukum apapun. Pasalnya, para buruh yang sebagian besarnya sudah bekerja hingga puluhan tahun itu tidak pernah menandatangani perjanjian kerja apapun selama ini. Dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, soal PKWT ini diatur dalam Pasal 56 sampai Pasal 62. Perjanjian kerja ini didasarkan atas jangka waktu tertentu atau sampai selesainya pekerjaan.

Menurut peraturan tersebut, PKWT harus dibuat secara tertulis dan menggunakan bahasa Indonesia yang ditulis dalam huruf latin. Dalam ketentuan ini, sangat jelas ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan, yakni dibuat secara tertulis, menggunakan bahasa Indonesia dan ditulis dengan huruf latin. Dengan begitu, jika perjanjian kerja dibuat tidak berbahasa Indonesia dan tidak dengan huruf latin, apalagi tidak tertulis, maka perjanjian itu dinyatakan batal demi hukum, dan berubah jadi perjanjian kerja dengan waktu tidak tertentu (PKWTT).

Setelah aksi mogok kerja itu berlangsung setengah hari, akhirnya pihak perusahaan bersedia untuk melakukan pertemuan dan bernegosiasi dengan perwakilan buruh. Dalam pertemuan yang berlangsung selama 2 jam, pada pukul 12.00 – 14.00 WITA itu, disepakati bahwa surat PKWT yang sudah ditandatangani oleh buruh untuk sementara dicabut sampai diadakan lagi pertemuan berikutnya. Selain itu, jika buruh bernama Yus Eva H yang telah dikenai PHK bersedia bekerja kembali, maka yang bersangkutan akan diterima oleh pihak manajemen perusahaan.

 

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=548748955266516&set=a.108883665919716.10141.100003942495171&type=1

Tinggalkan Balasan