Buruh Kontrak Sulit Miliki Rumah

Bekasi –Sebagian besar buruh kontrak kesulitan untuk memiliki rumah sendiri. Mayoritas buruh kontrak hanya bisa menyewa indekos dan kontrakan, berbeda dengan buruh tetap yang mulai ramai bertempat tinggal di perumahan.

Ilustrasi buruh kontrak (sumber: hukumonline.co.id)

Padahal sesuai UUD 1945 Pasal 27 ayat (2), buruh berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Konvenan hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) juga mewajibkan negara mengakui hak atas pekerjaan yang meliputi kesempatan mencari nafkah, pelatihan dan bimbingan teknis, kondisi kerja yang adil dan menguntungkan.

Dilansir dari Tirto.id, ada 18 juta buruh yang terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan sebesar 87 persennya belum memiliki rumah. Ada beberapa faktor penyebab buruh kontrak sulit membeli perumahan, salah satunya besaran uang muka yang mencapai puluhan juta.

Salah seorang buruh kontrak di Karawang, Gopur menceritakan, pada tahun 2013 ia harus menyiapkan uang sebesar Rp.10.000.000 sebagai uang muka pembelian rumah. Sekarang, kata dia, buruh harus menyiapkan uang muka sebesar Rp.20.000.000.

“Itu sulit bagi buruh, apalagi kalau yang kerja hanya suami atau istri saja. Makanya saya dan istri sama-sama bekerja supaya bisa membeli perumahan,” tuturnya kepada Solidaritas.net, Minggu (12/2/2017).

Menurut dia, lebih baik mencicil perumahan daripada harus menyewa indekos atau kontrakan karena perumahan sudah pasti dimiliki. Selain itu, tinggal di perumahan lebih nyaman dibandingkan di indekos atau kontrakan yang biasanya sempit.

“Tahun 2016 harga sewa indekos atau kontrakan di Karawang berkisar Rp.500.000 sampai Rp.600.000, daripada ngontrak ya lebih baik cicil rumah. Walaupun 15 tahun yang penting nanti jadi hak milik,” ujarnya.
Berdasarkan pengalamannya, ada juga buruh yang terpaksa meminjam uang di bank untuk mencicil rumah. Jadi, setiap bulannya upahnya habis untuk membayar cicilan rumah dan bank.

Selain itu kesulitan buruh lainnya adalah susahnya untuk mengajukan kredit. Ada pihak perumahan yang mengharuskan buruh membawa surat keterangan pengangkatan karyawan tetap (SK Kartap) sebagai bukti bahwa buruh tersebut adalah buruh tetap. Artinya, risiko kredit macet sangat kecil. Berbeda dengan buruh kontrak yang suatu waktu bisa dikenai PHK dan cicilannya menunggak.

“Pihak perumahan membuat aturan bahwa setiap orang yang mau mengajukan kredit harus sudah jelas status kerjanya. Harus buruh tetap, kita yang kontrak ya hanya bisa tinggal di kontrakan,” tutur salah seorang buruh yang pernah bekerja di industri garmen, Yuni.

Memang ada buruh kontrak dengan modal nekat berani mengambil perumahan. Dia memanipulasi data dan bekerja sama dengan HRD atau personalia perusahaan tempat dia bekerja agar mengeluarkan SK.

Hal itu dilakukan agar pihak perumahan percaya bahwa buruh tersebut bisa dan mampu membayar cicilan setiap bulannya. Ada juga yang meminta bantuan pada sales marketing perumahan untuk mempermudah syarat-syaratnya.

“Dia memberikan uang pada sales marketing itu dan syarat-syaratnya akan dipermudah,” ujar buruh yang bekerja di pabrik karton, Mursin.

Faktor lainnya adalah lamanya masa cicilan yaitu sampai 15 tahun sedangkan masa kerja buruh kontrak hanya dua sampai tiga tahun. Setelah itu tidak jelas akan bekerja di perusahaan mana. Apalagi jika usianya sudah memasuki 25 tahun maka akan lebih sulit lagi karena banyak perusahaan yang menerapkan aturan batasan usia.

“Masa cicilannya kan lama, sampai 15 tahun tidak sebanding dengan masa kontrak kerjanya yang hanya berapa tahun saja, setelah itu tidak jelas mau kerja dimana dan bagimana caranya bayar cicilan,” tutur Titin

Pada 1 Mei 2015 lalu Presiden Jokowi menyiasati itu dengan meluncurkan program sejuta rumah rakyat di 34 provinsi dengan besaran uang muka berkisar 20 sampai 30 persen, bunga rumah rakyat sebesar lima persen, sedangkan bunga perumahan komersial berkisar 7,5 persen. Kredit bisa sampai 20 tahun dengan angsuran sebesar Rp. 500.000 sampai Rp. 600.000 per bulan.

Ternyata hal itu tidak menjadi solusi yang tepat, masih banyak buruh yang belum bisa menjangkaunya karena terkendala status kerja kontrak, lamanya masa cicilan yang tidak sebanding dengan masa kontrak dan besaran uang muka yang mencapai puluhan juta.

Tinggalkan Balasan