Solidaritas.net, Jakarta – Perjuangan buruh outsourcing BUMN melalui Gerakan Bersama Buruh BUMN (Geber BUMN) yang telah berlangsung selama beberapa tahun, tak kunjung mendatangkan hasil yang memuaskan. Meski telah mendapatkan keputusan secara politis, tidak berarti bahwa praktek-praktek outsourcing yang melanggar ketentuan UU Ketenagakerjaan dalam tubuh BUMN telah terselesaikan.

Dimulai dari nota pemeriksaan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pembinaan Pengawas Ketenagakerjaan pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yang isinya menyatakan bahwa penerapan sistem kerja outsourcing di BUMN melanggar ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan.
Kemudian Rekomendasi Panja Outsourcing Komisi IX DPR RI yang meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, menghapuskan sistem kerja outsourcing yang melanggar ketentuan UU Ketenagakerjaan dan mempekerjakan kembali buruh outsourcing BUMN yang telah di PHK[1].
Hingga terbitnya Surat Edaran Menteri BUMN nomor SE-06/MBU/2013 tentang Kebijakan Ketenagakerjaan di BUMN[2] maupun yang terakhir, Surat Edaran Menteri BUMN nomor SE-02/MBU/2014 tentang Kebijakan Penyerahan Sebagaian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (Outsourcing)[3].
Namun keengganan pemerintah, selaku pelaksana kepentingan modal (bukan kepentingan rakyat), terlihat jelas melalui ucapan Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN[4].
“BUMN akan membuat kerangka waktui penyelesaian outsourcing di BUMN dengan membedakan antara BUMN non publik dan BUMN publik, serta BUMN yang memiliki kemampuan keuangan dan BUMN yang dalam posisi mengalami kesulitan,” kata Menteri BUMN di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dilansir dari Okezone.com, 3 April 2014.
Seperti juga yang terjadi di PT Telkom Tbk (Persero) yang berada di Pontianak, Kalimantan Barat. Hingga saat ini perusahaan BUMN tersebut masih menggunakan ratusan buruh outsourcing dari beberapa perusahaan outsourcing dalam melaksanakan usahanya.
“Setelah ada Rekomendasi Panja Komisi IX DPR RI, kami buruh outsourcing yang sebelumnya berada di bawah perusahaan Koperasi Pegawai Telkom (Kopegtel), dipindahkan ke perusahaan Infomedia Solusi Humanika. Sebagai teknisi, seharusnya sesuai UU Ketenagakerjaan, tidak dapat di-outsourcing-kan” ucap buruh berinisial MZ yang juga ketua serikat buruh di tempatnya bekerja.
Kenyataan ini tidak membuat MZ dan kawan-kawan menyerah dalam melakukan perlawanan terhadap pelanggaran outsourcing di tempatnya bekerja, PT Telkom Tbk (Persero).
“Namun kami tidak menyerah dan akan terus melakukan perlawanan, cukup lah kita yang merasakan penindasan ini, jangan pula anak cucu kita harus merasakan hal yang sama,” ujarnya.
Memang tidak ada pilihan lain bagi buruh dalam melindungi hak dan meningkatkan kesejahteraannya, selain dengan mengorganisir diri dan melakukan perlawanan. Kenyataan yang mengajarkan perlawanan kaum buruh harus dilakukan oleh dirinya sendiri, tanpa menggantungkan nasib pada pemangku kepentingan modal, yaitu pemerintah bersama elit-elit politiknya.