Bekasi – Mengapa buruh perempuan cenderung enggan berserikat? Padahal, kebebasan berserikat adalah hak semua buruh, baik bagi buruh laki-laki maupun perempuan sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh.
Buruh perempyan saat membepringat Hari Perempuan Sedunia Foto: Danial Indrakusuma “CC-BY-SA-3.0” |
Ada sejumlah penyebab buruh perempuan enggan berserikat, seperti minder atau tidak percaya diri karena sering mendapat perlakuan diskriminatif.
“Biasanya kalau berhadapan dengan laki-laki, buruh perempuan jadi enggan berbicara. Tidak percaya diri,” tutur salah seorang buruh yang aktif di forum buruh perempuan, Siti, Senin (23/1/2017)
Rasa tidak percaya diri itu mengakibatkan buruh enggan berserikat jika hanya sendirian. Buruh baru mau berserikat apabila bersama dengan rekan buruh perempuan lainnya.
Selain itu, buruh perempuan dianggap manusia lemah, penurut, mudah ditakut-takuti sehingga dinilai tidak layak menjadi anggota serikat karena salah satu fungsi serikat adalah membela hak anggotanya. Bahkan ada serikat yang mayoritas anggotanya laki-laki tidak mau memberi kesempatan pada buruh perempuan.
Tak hanya itu, bagi perempuan yang sudah berkeluarga mereka sering terkendala izin dari suami. Pekerjaan domestik seperti memasak, membersihkan rumah dan mengurus anak dibebankan pada perempuan sehingga memberikan izin berserikat dianggap akan berpengaruh buruk terhadap rumah tangga.
Sebab lainnya, buruh masih berstatus kontrak. Buruh takut kontrak mereka tidak diperpanjang atau diputuskan secara sepihak.
“Dulu saya tidak berserikat karena belum jadi pekerja tetap. Sebenarnya ingin sekali berserikat,” ujar salah seorang buruh yang pernah bekerja di PT Kaho Indah Citra Garmen, Prastama
Masalah intimidasi juga sering dialami buruh perempuan. Pandangan yang menganggap perempuan lemah, membuatnya rentan diintimidasi. Sejak awal masuk kerja mereka sudah dilarang berserikat. Padahal di dalam perjanjian kerja bersama (PKB) sudah dijelaskan siapapun tanpa memandang perbedaan jenis kelamin diperbolehkan berserikat.
“Di PKB itu berserikat diperbolehkan tapi setiap ada buruh baru pasti dipengaruhi supaya tidak berorganisasi,” ujar Fitri yang juga buruh PT Kaho Indah Citra Garmen.
Padahal, tidak ada larangan bagi buruh perempuan untuk berserikat. Sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Serikat buruh merupakan organisasi yang dibentuk oleh pekerja atau buruh di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka mandiri, demokratis dan bertanggungjawab dalam membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja atau buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluarganya.