Solidaritas.net, Jakarta Barat – Sebut saja namanya ER, ia diperkosa secara bergilir oleh tiga begundal yang mengaku sebagai polisi, masing-masing AS, R dan H. ER pulang kerja sekitar pukul 02.00 WIB melintasi Jalan Daan Mogot Gang Macan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Di situasi yang sepi itu, tiba-tiba sebuah mobil warna hitam menghampiri korban. Tiga pria turun dari mobil dan mengaku sebagai polisi. Mereka menuduh ER adalah pemakai narkoba. Korban dipaksa masuk ke dalam mobil.
Lalu, korban dipaksa untuk membuka pakaiannya. Ia pun diperkosa secara bergilir oleh dua pria, yakni R dan AS, sementara H mengawasi situasi. Para pelaku lalu menyuruh korban untuk menghubungi adiknya dan meminta uang tebusan.
“Korban lalu menghubungi adiknya, tentu tetap di bawah ancaman,” terang Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Hengki Haryadi, Jumat, (7/02) dilansir dari metrotvnews.com.
Adik korban datang dengan membawa uang sebesar Rp 4,5 juta yang langsung dirampas oleh pelaku beserta handphone korban. Korban dan adiknya ditinggalkan di pangkalan taksi, Pasar Kamis, Tangerang.
Dua hari kemudian, AS ditangkap di Desa Pekayon, Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang. Sementara, R dibekuk di Desa Bunder, Kecamatan Cikupa Tangerang. H masih buron.
Tanggungjawab Perusahaan
Kasus perkosaan yang marak menima pekerja perempuan yang pulang kerja, juga seharusnya menjadi tanggungjawab perusahaan. Karena, pihak perusahaan berkewajiban menjamin keamanan kerja buruhnya.
Aktivis buruh perempuan dari Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS), Vina mengatakan pekerja perempuan hanya diperbolehkan bekerja sampai jam 23.00.
“Itu sudah sangat melanggar, bahkan untuk jam kerja saja, perempuan hanya diperbolehkan kerja sampai pukul 23.00, itupun harus diantar minimal sampai gang rumah, atau lebih bagusnya sampai depan pintu rumah,” jelas Vina kepada Solidaritas.net, Jumat (14/02). (Rn)