Buruh Perempuan PT Pungkook Tidak Dapat Cuti Haid

Buruh perempuan PT Pungkook
Kredit Esti “CC-BY-SA-3.0”

Subang – Buruh perempuan PT Pungkook selama tiga tahun terakhir ini tidak pernah mendapatkan cuti haid. padahal cuti ini telah dijamin Undang Undang Ketenagakerjaan.

Dari keterangan Esti yang mengetahui kasus di PT Pungkook, buruh perempuan tidak mengerti adanya aturan tersebut.

” Mereka kerap merasakan nyeri saat haid namun  tetap masuk karena tidak mengerti ada cuti haid,” tutur Esti kepada Solidaritas.net.

Dalam UU Ketenagakerjaan nomer 13 tahun 2003 pasal 93 ayat (2) huruf b, disebutkan cuti haid adalah cuti yang diberikan kepada buruh perempuan yang merasakan sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan. Kemudian pasal 81 ayat (1) menyatakan pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

Dilansir dari wwww.hukumonline.com ketentuan mengenai bentuk pelaksanaan pemberitahuan cuti haid kepada pengusaha seharusnya terdapat dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Namun saat ini masih banyak perusahaan yang memberlakukan ketentuan tersebut.

Selain haid, berikut hak cuti lainnya yang harus didapat buruh dengan, yaitu :
1. Cuti Tahunan
Cuti tahunan merupakan hak cuti yang didapatkan oleh buruh minimal 12 hari kerja dalam satu tahun. Cuti tahunan ini dapat diperoleh jika buruh telah bekerja selama minimal 12 bulan. Jika buruh meminta ijin cuti tahunan sebelum genap bekerja selama 12 bulan, maka perusahaan dapat menolak permohonan ijin cuti tersebut, dan jika pengajuan cuti tersebut diizinkan, maka cuti tersebut disebut cuti diluar tanggungan dimana buruh mendapatkan pemotongan upah yang besarnya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja bersama.

2. Cuti Sakit
Cuti sakit merupakan cuti yang wajib diberikan oleh pengusaha diluar cuti tahunan. Cuti sakit ini diperoleh jika buruh mengalami sakit atau kecelakaan, baik pada saat kerja maupun di luar kerja. Pada saat cuti sakit, buruh tetap mendapatkan upah, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 93 ayat (2) huruf a. Namun untuk sakit berkepanjangan, diatur ketentuan pembayaran upah tidak penuh dalam pasal 93 ayat (3) pada UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

3. Cuti Melahirkan
Cuti melahirkan wajib diberikan oleh perusahaan kepada buruh perempuan selama 3 bulan, dengan rincian 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan, sebagaimana tertuang dalam pasal 82 ayat (1) pada UU n0.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jika buruh mengalami keguguran kandungan, ia berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan.

4. Cuti Keperluan Penting
Pasal 93 ayat 4 UU Ketenagakerjaan mengatur mengenai cuti keperluan penting karena beberapa alasan berikut:
a. Buruh menikah
b. Buruh menikahkan anaknya
c. Buruh mengkhitankan anaknya
d. Buruh membaptiskan anaknya
e. Istri melahirkan/mengalami keguguran kandungan
f. Suami/istri, orang tua/mertua, anak atau menantu meninggal dunia
g. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
h. Buruh sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
i. Buruh sedang menjalankan ibadah agamanya;
j. Buruh melaksanakan tugas serikat buruh;

Dalam pasal 93 ayat 4 UU no.13/2003 tentang Tenaga Kerja disebutkan pekerja yang sedang mengambil cuti, berhak atas upah penuhnya yaitu gaji pokoknya namun tidak termasuk tunjangan-tunjangan yang diperhitungkan berdasarkan kehadirannya di tempat kerja per hari seperti tunjangan makan dan transportasi.

Tinggalkan Balasan