Buruh PT Blue Sea Tuntut Diangkat Kartap, Ini Dasar Hukumnya

0

Solidaritas.net, Pekalongan – Pada 5 November 2014, seratusan buruh PT Blue Sea Industri (BSI) yang berlokasi di Pekalongan melakukan aksi demo di dalam lingkungan pabrik. Para buruh yang kebanyakan berstatus harian ini tergabung dalam Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI). Mereka menuntut diangkat menjadi karyawan tetap. Selain itu, mereka meminta pengusaha agar memberikan jaminan kesehatan, yakni BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan.

buruh PPMi demo
Buruh PPMI demo (foto ilustrasi). © Koeli Karawang (Facebook)

Buruh juga mempersoalkan sistem kerja yang tidak manusiawi karena selama ini ada buruh yang bekerja selama 12 jam dan buruh yang khusus bekerja pada malam hari (shift 3).

“Agar lebih manusiawi, kami minta ada rolling dengan pembagian shift. Jangan ada karyawan yang khusus bekerja pada malam hari,” kata Bidang Advokasi PPMI Kota Pekalongan Abu Ayyas, dikutip dari Radar Pekalongan.

Tuntutan yang disampaikan oleh para pekerja PT Blue Sea Industri (BSI) dalam aksi demonya tersebut diatas adalah sangat normatif dan wajib dipenuhi oleh pengusaha. Disnaker Pekalongan juga wajib menegakkan aturan hukum setegak-tegaknya, karena apabila terjadi pembiaran oleh pemerintah, maka hal ini akan menjadi preseden (contoh buruk) yang akan diikuti oleh perusahaan-perusahan lainnya. Hal ini tentunya akan menjadi mimpi buruk bagi pekerja dan keluarganya.

Secara hukum, sebagaimana yang telah diatur Kepmenakertrans RI No 100 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja harian lepas dibatasi waktu kerjanya sehingga tergolong sebagai bagian pekerja dengan waktu tertentu, dan hanya dapat dijalankan dalam waktu kerja 21 hari kerja dalam 1 bulan serta tidak boleh lebih dari 3 bulan. Apabila pengusaha melanggarnya, maka sudah menjadi konsekuensi hukum, status kerja tersebut kemudian berubah pekerja tetap. Dengan kata lain, perjanjian kerjanya berubah menjadi Perjanjian Kerja Tidak Tertentu (PKWTT) alias pekerja tetap (lihat pasal 10 ayat 1 dan 2).

Ada beberapa syarat yang sangat prinsip yang harus dijalankan apabila perusahaan ingin mempekerjakan pekerja dengan status PKWT, yakni perjanjian kerja waktu tertentu haruslah dibuat secara tertulis ,tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja, hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, dan tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Apabila syarat – syarat tersebut tidak dipenuhi maka secara hukum status kerjanya berubah menjadi Pekerja Tetap (PKWTT) sesuai dengan pasal 57-59 Kepmenakertrans ini.

Jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian adalah hak pekerja dan merupakan kewajiban pengusaha sebagai pemberi kerja. Pengusaha harus mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta Jaminan Sosial kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai dengan Undang – undang nomer 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 13 ayat (1) dan pasal 18. Jelas disebutkan bahwa jenis-jenis program jaminan sosial adalah jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

Pasal 55 menetapkan jika pengusaha tidak menjalankannya, maka dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

Dalam hal masalah jam dan waktu kerja, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 77-78 mengatur waktu kerja ditentukan selama 7 jam per hari dan 40 jam selama satu minggu (enam hari kerja) atau; 8 jam per hari dan 40 jam seminggu jika selama satu minggu terdiri atas lima hari kerja. Apabila, pekerja diminta bekerja lebih dari jam yang ditentukan dalam Undang – undang tersebut maka haruslah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pekerja serta diperhitungkan sebagai jam kerja lembur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *