Bekasi – Empat buruh PT. Fajar Mitra Indah (PT.FMI) melayangkan gugatan terhadap pengusaha FamilyMart di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Bandung, Jawa Barat. Keempatnya menuntut agar pengusaha pemegang lisensi tunggal warlaba asal Jepang itu mempekerjakan mereka kembali dan mematuhi hukum yang berlaku.
Kadi Hidayatullah, salah satu buruh yang kena sanksi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), menilai pemecatan itu dilakukan secara sepihak. Sebelumnya, ada 27 orang buruh yang di-PHK, namun tinggal empat orang yang bertahan, sebagian besar telah mundur dan memilih untuk mengambil pesangon.
Kasusnya bermula saat 27 orang buruh itu memprotes agar status kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) mereka diganti menjadi pekerja tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) pada 2018 lalu karena sudah bekerja lebih dari tiga tahun, namun, perusahaan yang terletak di kawasan MM2100, Cikarang itu, menolak.
“Masalahnya, selama kami bekerja di PT. FMI, kontrak kerjanya terus-menerus, sudah lebih dari tiga kali tanda tangan PKWT (kerja kontrak, red). Ada juga kawan yang sudah 5 tahun kerja masih PKWT. Ada yang awal masuk kerja di perjanjian kerjanya training selama tiga bulan, tapi setelah masa training berakhir bukan di angkat menjadi PKWTT/tetap tapi malah tanda tangan kontrak,” kata Kadi Hidayatullah kepada Solidaritas.net, Kamis (19/3/2020).
Kadi sebut, hal itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebelumnya UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah II Jawa Barat juga telah mengeluarkan Hasil Pemeriksaan Pengawasan Khusus dengan Nomor 560/7009/UPTD-WIL.II/XI/2018 yang pada pokoknya menyatakan buruh harus diangkat menjadi karyawan tetap. Nota pengawas ini telah disahkan Ketua Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Kelas IA Bandung.
Pengurus Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR), Damiri, mengatakan, dengan nota dari UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah II Jawa Barat itu, pengusaha sudah dipanggil sebanyak lima kali sejak November 2018-Mei 2019, namun pengusaha PT. FMI tidak pernah menghadiri panggilan tersebut.
“Yang artinya memperlihatkan bahwa PT. FMI tidak memiliki penghargaan terhadap lembaga pengawas,” terangnya saat dihubungi Solidaritas.net, pada Jumat (20/3/2020).
Anjuran itu juga dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi setelah memanggil pengusaha sebanyak empat kali untuk melakukan mediasi, tapi pengusaha tetap tidak hadir dan buruh mengajukan lagi mediasi, tapi ketika dipanggil sebanyak tiga kali pengusaha tidak hadir lagi.
“Jadi ada tujuh panggilan mediasi yang ditolak atau yang tidak dipenuhi oleh pengusaha PT.FMI,” tambah Damiri “Buruh juga sudah berkali-kali lakukan aksi, tetapi pihak pengusaha itu tidak memperdulikan sama sekali permintaan buruh, bahkan mengabaikan buruh.”
“Saat ini, berarti kalau kasus yang bergulir sejak bulan Agustus 2018, artinya sudah satu tahun lebih buruh itu diterlantarkan,” imbuhnya.
Kasus Uang Siluman di Rekening Buruh
Setelah buruh dikenai PHK dan diabaikan pengusaha, rekening buruh di Bank Mandiri tiba-tiba terisi yang diklaim sebagai uang pesangon yang ditransfer perusahaan. Kadi H sebesar Rp.28.296.905, Riyan H sebesar Rp.65.276.027 Kiki W sebesar Rp.7.675.878 dan Ade MF sebesar Rp.15.351.756.
Buruh menilai uang yang muncul pada 15 Maret 2019 itu uang siluman. Anehnya, di buku tabungan tertulis transaksi adalah setoran tunai yang dilakukan oleh buruh sendiri sebagai penyetor.
“Padahal kami tidak pernah melakukan setoran tunai ke rekening kami sendiri,” aku Kadi. Lanjtunya, uang yang telah ditransfer pun sulit sekali dikembalikan karena tidak ada bukti bahwa transfer dilakukan oleh pengusaha.
Menurutnya, kasus pembayaran pesangon sepihak bukan kali pertama. Pada tahun 2018, pengusaha juga melakukan pembayaran pesangon melalui rekening bank, namun kala itu, jelas bahwa transfer dilakukan oleh PT Fajar Mitra Indah sehingga mudah dikembalikan.
Kadi bersama teman-temanya curiga kalau sudah ada persekongkolan antara pengusaha dengan pihak Bank Mandiri karena memberi kemudahan melakukan setoran tunai atas nama buruh sebagai penyetor.
Mereka sudah melakukan protes ke Bank Mandiri untuk mempertanyakan perihak uang tersebut. Tanggal 4 Oktober 2019, Bank Mandiri melayangkan surat dan membenarkan terkait setoran itu atas nama PT.FMI. Buruh pun meminta agar dikembalikan kepada pihak pengusaha, namun hingga kini, uang yang diklaim sebagai pesangon itu masih utuh di rekening buruh.
“Kalau uang itu diklaim sebagai pesangon, sementara gak ada bukti dokumen yang bisa membuktikan bahwa uang itu benar di transfer oleh perusahaan karena perusahaan tidak memiliki buktu transfer atau bukti pembayaran,” tutur Saiful Anam, pengurus F-SEDAR juga yang mengawal kasus buruh PT. FMI.
Artinya, tambah dia, secara legal formal, perusahaan tidak pernah melakukan transfer pesangon sama sekali. Itulah kenapa buruh menggugat ke PHI untuk membuktikan hubungan kerja buruh belum putus atau dinyatakan PHK sampai sekarang.
“Uang pesangon yang diklaim sebagai uang pesangon oleh PT. FMI itu masih ada di rekening pekerja dan tidak pernah digunakan sama sekali. Itu juga adalah bukti untuk menjawab argumentasi pengusaha bahwa pengusaha merasa sudah hubungan kerja itu sudah berakhir karena buruh sudah menerima pesangon,” bebernya.
Menurutnya, dengan menggugat ke pengadilan, buruh akan mendapatkan bukti tambahan untuk memperkarakan permasalahan “setoran tunai” ini secara pidana maupun perdata.
Kasus yang bergulir sejak agustus 2018 itu hingga kini sudah menginjak tahun kedua, namun keempat buruh itu masih belum juga mendapat kepastian kerja dan status dalam pabrik PT. FMI yang merupakan anak perusahaan Wings Indonesia dan telah beroperasi sejak tahun 2012 tersebut.
Untuk pendor TRENN tolong bayar upah kami slma krja sbagai drifer walau krja 1 minggu uang itu berarti bagi kami masa iya krja brat harus kjar target 8 tmpat kiriman gx di bayar speser pun mohon sampay kan bpk direk utama family mart kami bekerja di pendor pt TRENN krja slama 1 minggu gx di bayar mohon kebijak sanaan nya ini bkn jmn blanda ini negri sudah merdaka jdi tolong upah kami krja bayar