Buruh PT HRS Indonesia Geruduk NSK, Tuntut Kode Etik

0
Buruh PT HRS Indonesia membawa poster menuntut tanggung jawab NSK atas pelaksanaan kode etik NSK di depan kantor NSK di Gedung Summit Mas, Jakarta Selatan, 29 Desember 2019.

Jakarta – Setelah didiskualifikasi mengundurkan diri, seratusan buruh PT HRS Indonesia mendatangi kantor pemasaran PT. NSK Indonesia yang berlokasi di Gedung Summit Mas, Jendral Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (29/12/2019)

Sebelumnya kuasa hukum buruh, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Wilayah Jakarta (PBHI Jakarta) telah menyurati NSK Ltd yang berkantor pusat di Jepang, namun tidak ada tanggapan.

NSK dimintai tanggung jawab karena PT HRS Indonesia adalah perusahaan pemasok untuk NSK, sementara NSK memiliki panduan kode etik untuk pemasok.

“Panduan PT. NSK untuk pemasoknya berkomitmen tidak melakukan diskriminasi dalam bentuk apapun terhadap pekerja. Sedangkan di PT. HRS Indonesia buruh-buruh kontrak dipekerjakan di bagian yang sama dengan buruh berstatus karyawan tetap, namun statusnya dibedakan,” dikutip dari pernyataan sikap Komite Solidaritas Perjuangan Buruh (KSPB), komite yang berkampanye untuk hak-hak buruh PT HRS Indonesia.

PT. NSK juga berkomitmen membayar upah sesuai dengan upah minimum yang berlaku, namun nyatanya upah pokok yang dibayarkan oleh PT. HRS Indonesia kepada buruh tidak sesuai dengan upah sektor KBLI 28113. Buruh menilai seharusnya mendapatkan upah sebesar Rp 4.638.985 per bulan, namun hanya diberikan sebesar  Rp. 4.429.814.

“Setelah tujuh kali berunding, buruh melakukan mogok karena pengusaha yang awalnya bersedia melakukan pengangkatan, mengatakan akan meninjau kembali keputusan tersebut. Berkali-kali berunding, tidak ada kesepakatan,” kata perwakilan buruh HRS, Ridwan, kepada Solidaritas.net. 

Pihak buruh melakukan pemogokan pada tanggal 11 November 2019, lalu pada tanggal 14 November 2019, berniat masuk kerja kembali, tetapi pihak pengusaha menolak. Padahal pihak buruh telah menyerahkan surat kesediaan bekerja kembali, tetapi ditolak oleh sekuriti perusahaan. Surat tersebut dikirimkan melalui jasa pengiriman dan kembali ditolak.

Yang lebih anehnya lagi, pihak pengusaha mengirimkan surat pemanggilan kerja kedua kepada buruh yang mogok untuk masuk kerja pada tanggal 13 November 2019. Surat tersebut dikirimkan melalui jasa pos pada tanggal 14 November 2019. Buruh menerima surat itu pada tanggal 15 November 2019, bahkan banyak yang menerima surat setelahnya.

“Surat pemanggilan kerja ini cacat karena tidak ada surat pemanggilan kerja pertamanya. Surat pemanggilan kerja kedua juga tidak masuk akal untuk dipenuhi,” kata Sarinah, salah seorang kuasa hukum pekerja dari PBHI Jakarta.

Sarinah juga menjelaskan, panggilan kerja pertama yang diklaim lewat pengumuman, bukanlah panggilan kerja yang patut sebagaimana diatur dalam bagian penjelasan Pasal 168 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Yang dimaksud dengan dipanggil secara patut dalam ayat ini adalah pekerja/buruh telah dipanggil secara tertulis yang ditujukan pada alamat pekerja/buruh sebagaimana tercatat di perusahaan berdasarkan laporan pekerja/buruh. Tenggang waktu antara pemanggilan pertama dan kedua paling sedikit 3 (tiga) hari kerja.” (Penjelasan Pasal 168 UU Ketenagakerjaan.

Buruh berencana akan melakukan aksi pada hari kerja secara terus-menerus di depan gedung NSK, karena menilai cara-cara melalui perundingan saja tidak mempan lagi.

“Buruh juga berencana akan melaporkan masalah ini ke perusahaan yang menjadi customer NSK. Biasanya perusahaan pengguna memiliki code of conduct sampai tier 3,” kata Sarinah.

Tidak menutup kemungkinan buruh HRS juga akan melakukan aksi yang sama di kantor-kantor customer NSK sampai dengan permasalahan ini selesai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *