Solidaritas.net – Bekerja terlalu lama dari jam kerja normal dapat menyebabkan berbagai masalah pada kesehatan pekerja. Sejumlah penelitian telah membuktikan pengaruh kerja lembur ini terhadap kesehatan. Depresi, insomnia, menurunnya kesuburan, serta gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare adalah beberapa akibatnya. Lebih jauh lagi, terlalu sering kerja lembur juga dapat menyebabkan obesitas, diabetes dan penyakit jantung.
Namun, penelitian terbaru mengungkap bahwa tingkat risiko terkena diabetes akibat terlalu sering lembur tergantung pada jenis pekerjaan yang dijalani. Dan fakta yang harus benar-benar diwaspadai, ternyata para buruh memiliki risiko yang lebih tinggi untuk diserang penyakit ini, dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya. Hal ini terjadi karena para buruh masih kurang perhatian terhadap kesehatannya, serta waktu istirahat setelah bekerja.
“Meskipun jam kerja yang panjang tidak mungkin untuk meningkatkan risiko diabetes pada semua pekerja, namun tenaga kesehatan harus menyadari bahwa fakta ini ternyata berkaitan dengan peningkatan risiko yang signifikan pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan status sosial ekonomi rendah,” ungkap Mika Kivimaki, profesor epidemiologi dari University College London di Inggris, seperti dikutip dari US News Health.
Fakta terbaru ini merupakan hasil kajian terhadap data dari penelitian sebelumnya yang melibatkan lebih dari 222.000 pekerja pria dan wanita di Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan Australia, yang telah diikuti selama rata-rata 7,6 tahun. Awalnya, analisis menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat risiko diabetes tipe 2 di antara orang-orang yang bekerja lebih dari 55 jam seminggu dengan mereka yang bekerja sekitar 35 sampai 40 jam dalam seminggu.
Namun, analisis lebih lanjut ternyata mengungkap bahwa orang yang bekerja lebih dari 55 jam seminggu pada pekerjaan dengan status sosial ekonomi rendah, seperti buruh pabrik, memiliki risiko 30 persen lebih tinggi untuk terkena diabetes, dibandingkan dengan mereka yang bekerja hanya sekitar 35 sampai 40 jam seminggu. Hasil penelitian ini sendiri telah diterbitkan di The Lancet Diabetes and Endocrinology pada tanggal 24 September 2014 lalu.
Meski tidak dijelaskan secara rinci alasannya, hal ini kemungkinan berkaitan dengan fakta bahwa para buruh yang sering bekerja lembur hanya memiliki sedikit waktu untuk menjalani perilaku hidup sehat, seperti berolahraga, relaksasi dan tidur yang cukup. Selain itu, tingkat risiko ini juga tidak berubah, meski para peneliti telah memperhitungkan faktor lain, seperti merokok, jumlah aktivitas fisik, usia, jenis kelamin, dan masalah obesitas yang dideritanya.
“Bahkan setelah mengendalikan obesitas dan aktivitas fisik, yang sering menjadi fokus dalam pencegahan risiko diabetes, menunjukkan bahwa pekerjaan yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan stres mungkin perlu juga ditangani sebagai bagian dari pencegahan penyakit diabetes,” ungkap Dr Orfeu Buxton dari Pennsylvania State University dan Dr Cassandra Okechukwu dari Harvard School of Public Health pula terkait hasil penelitian itu.
Meski hasil penelitian ini menemukan hubungan antara kerja lembur dan diabetes, namun hal ini sama sekali tidak membangun hubungan sebab-akibat. Selain itu, para penelitinya juga mengatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari lebih jauh tentang hubungan yang terlihat antara kerja lembur dengan peningkatan risiko diabetes ini. Namun, para buruh dan perusahaan juga harus tetap memperhatikan kesehatan kerja.