Buruh Sandang Sari Tuntut THR, Pengusaha Balas Gugat Rp12 Miliar


Solidaritas.net – Sekitar 300 orang buruh CV. Sandang Sari melakukan mogok kerja di lingkungan pabrik sejak (9/6/2020) kemarin. Mogok ini dipicu karena dua hal; keputusan sepihak pengusaha terkait upah selama diliburkan lantaran wabah COVID-19 dan memo internal perihal upah Tunjangan Hari Raya (THR) nomor 104/IM/HRD-PERS/V/2020 yang terbit 12 Mei 2020 lalu.

Upah buruh selama diliburkan hanya dibayar 35% dan memo internal perusahaan yang menyebut akan membayar THR kepada buruh dalam tiga tahap ini sebelumnya tidak dirundingan terlebih dahulu dengan buruh/serikat buruh. Ini tentu sangat memberatkan dan merugikan pihak buruh.

Sesuai dengan ketentuan, mengutip trimurti.id, buruh CV. Sandang Sari seharusnya mendapatkan THR penuh sebesar Rp. 3.630.00,- namun perusahaan hanya bersedia membayar sepertiganya dengan bersandat pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang THR. Dalihnya perusahaan saat ini sedang merugi karena tidak ada orderan dari pembeli (buyer). Padahal, menurut pihak buruh, usai buruh dirumahkan, pengiriman barang dan kegiatan produksi tetap berjalan normal.

Baca:PHK Ratusan Buruh AICE Tidak Sah, Ini Penjelasan Serikat Buruh

Sementara, saat pemogokan buruh berlangsung, pengusaha justru berencana mempekerjakan buruh dari perusahaan cabang lainnya untuk mengganti buruh yang sedang mogok kerja.

Sebelumnya, buruh pernah menggelar aksi serentak selama tiga hari pertengahan bulan lalu dalam menyikapi masalah ini, dari 12-14 Mei 2020. Namun, hasilnya nihil. Sehingga buruh melakukan mogok kerja kembali pada 9 Juni kemarin. Rencananya akan berlangsung selama sebulan untuk mencari keadilan atas permasalahan yang mereka hadapi.

Dalam rilis yang diterima solidaritas.net, juga disebutkan bahwa ada 210 buruh digugat secara perdata oleh perusahaan tekstil ini di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, pada akhir Mei lalu dan meminta buruh membayar kerugian materil dan immaterial sebesar Rp12 miliar.

Baca: Ikut Mogok Kerja, Perempuan Pekerja Es Krim Aice Ini Dikenai PHK

Selain itu, ada belasan buruh lainnya juga terkena PHK. 10 orang diantaranya adalah pengurus Serikat Buruh Militan Federasi Serikat Buruh Militan (SBM F SEBUMI) CV. Sandang Sari.

Ann Aminah, salah satu buruh yang namanya juga masuk daftar gugatan dan terkena PHK, mengutip rilis, mengatakan sudah beberapa kali perundingan, namun selalu berakhir tanpa ada kesepakatan atau deadlock.

“Kami lagi menunggu dari dinas kota dan provinsi katanya mau hadir hari ini, tapi saya kontek semuanya cuma dibaca doang,” katanya kepada solidaritas.net saat dihubungi, Kamis (11/6/2020) siang tadi.

Pada hari pertama mogok kerja di perusahaan yang terletak di jalan AH. Nasution, kawasan Ujung Berung, Bandung Jawa Barat itu, lanjutnya, Dinas Pengawasan Ketenagakerjaan sudah mendatangi pihak perusahaan untuk melakukan mediasi, namun tetap tidak ada satu poin tuntutan buruh yang diselesaikan.

Ratusan buruh yang mogok dan menginap di pabrik sejak beberapa lalu ini, menyatakan menolak mekanisme pembayaran upah THR dengan cara cicil, meminta agar perusahaan segera membayarkan sisa upah THR tahun 2020 dan sisa upah selama libur COVID-19 sebesar 65%.

Baca: Apakah PHK Bisa Ditolak?

Selain itu, mereka juga meminta agar pengusaha laksanakan program pensiun bagi buruh yang sudah mengajukan pensiun dan daftarkan buruh untuk jadi peserta BPSJ Ketenagakerjaan. Buruh juga meminta agar pengusaha membayar pengason bagi buruh yang meninggal dunia, dan buruh juga mendesak agar pengusaha menaikkan uang makan, dan uang transportasi.

Di sisi lain, buruh juga menuntut kebebasan berserikat dalam pabrik dan tidak boleh ada tindakan intimidasi apapun kepada buruh yang sedang melakukan  mogok kerja dan pasca aksi.

Juga meminta agar pengusaha mempekerjaan kembali buruh kepada bagian kerja mereka masing-masing yang terkena PHK sepihak pasca aksi, termasuk 10 pengurus SBM FSEBUMI. Juga mendesak agar pengusaha mencabut gugatan ganti rugi Rp12 miliar kepada 210 buruh.

Sementara, dalam pernyataan sikap juga dibeberkan sejumlah permasalahan didalam pabrik yang terkait dengan hak normatif kaum buruh.

Pertama, pesangon bagi buruh yang meninggal dunia dengan pemberian kompensasi yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahkan untuk mencapai kesepakatan nominal kompensasi harus melalui jalan negosiasi yang panjang sampai dengan waktu berbulan-bulan bahkan ada yang sampai 1 (satu) tahun.

Kedua, permasalahan uang pensiun bagi buruh yang usianya sudah mencapai masa pensiun. Di perusahaan CV. Sandang Sari, banyak sekali buruh yang sudah memasuki masa pensiun bahkan ada yang sudah melebihi usia pensiun, namun pihak perusahaan tidak pernah mempunyai progran pensiun untuk buruhnya.

Walaupun sudah  ada beberapa orang buruh yang mengajukan program pensiun  namun dalam prosesnya mereka harus menempuh waktu yang cukup lama, bahkan ada yang mengalami sampai dua tahun dari mulai pengajuan pensiun. Dan untuk besarnya pesangon pensiun tidak sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan.

Ketiga, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, masih banyak buruh yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan walau masa kerjanya sudah lebih dari tujuh tahun dan situasi kerja yang rawan akan kecelakaan kerja. Meskipun ada yang didaftarkan harus menunggu ada karyawan yang keluar dari BPJS Ketenagakerjaan, seperti karyawan yang keluar/mengundurkan diri atau yang meninggal dunia, dan

Keempat, PHK Sepihak, banyak buruh yang masa kerjanya menjelang empat tahun bahkan lebih diberhentikan secara sepihak dengan alasan habis kontrak/Perjanjian Kerjanya telah berakhir. Padahal di Perusahaan CV. Sandang Sari dilihat dari jenis/sifat pekerjaannya yang terus menerus tidak sah untuk diberlakukan sistem kerja kontrak, sebagaimana tertuang dalam Nota Pemeriksaan Khusus yang telah dikeluarkan oleh Dinas UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah IV Bandung.

Tinggalkan Balasan