Jakarta – PT Adhimix Precast Indonesia diputuskan melanggar karena membayar upah buruh di bawah ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta. Pelanggaran itu ditetapkan Suku Dinas Tenaga Kerja (Sudinaker) Jakarta Timur lewat nota penetapan Nomor: 278/2016, Senin (30/12/2016).
.
![]() |
Solidaritas SBA FSBN KASBI Tangerang di Plant Cabang Adhimix (Foto: Unang) |
Sejak adanya nota penetapan tersebut, pihak perusahaan mulai melakukan pemanggilan terhadap buruh dengan alasan akan melakukan pembayaran kekurangan upah. Namun, perusahaan menolak jika buruh didampingi oleh pengurus serikat.
Buruh menduga, pihak perusahaan sedang melakukan siasat pecah-belah terhadap buruh yang telah melakukan pemogokan selama satu bulan lebih sehingga pemanggilan itu harus diwaspadai.
“Itu perkiraan kami berdasarkan pengalaman karena pengusaha terbukti melanggar upah sesuai nota penetapan pemerintah Sudinaker Jaktim, makanya perusahaan ‘gerilya’ untuk memecah belah kawn-kawan buruh dengan mengundang satu per satu,” tutur Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Unang Sunarno kepada Solidaritas.net, Jumat (13/1/2017).
Unang mengimbau agar buruh PT Adhimix Precast Indonesia yang sedang melakukan pemogokan tidak memenuhi panggilan itu dan menyepakati pembayaran kekurangan upah tanpa ada kesepakatan pemenuhan tuntutan normatif lainnya seperti pembatalan PHK sepihak dan mutasi para pengurus serta anggota serikat.
“Nota penetepan itu merupakan ‘senjata’ untuk mempidanakan pihak perusahaan apabila tidak memenuhi tuntutan. Jika kawan-kawan buruh memenuhi panggilan dan menerima pembayaran kekurangan upah maka rencana mempidanakan pengusaha bisa batal semuanya,” ujarnya.
![]() |
Mogok kerja buruh PT Adhimix (Foto: Unang) |
Sejauh ini, belum ada seorang pun yang memenuhi panggilan tersebut. Buruh percaya jika Serikat Buruh Adhimix Precast Indonesia (SB-API) yang berafiliasi dengan Konfederasi KASBI dapat menyelesaikan persoalan ini.
Seperti diketahui, selama satu bulan lebih buruh PT Adhimix Precast Indonesia melakukan mogok kerja untuk menuntut upah sesuai UMP karena sejak tahun 2014 hingga 2016 buruh selalu menerima upah di bawah UMP Jakarta.
Buruh yang bekerja sebagai sopir atau driver itu hanya menerima upah sebesar Rp2.300.000, tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2016 yang menyatakan upah di kota ini sebesar Rp3.200.000 perbulan.
Selain itu, buruh juga menuntut adanya pengangkatan pekerja kontrak menjadi tetap, menolak jam kerja selama 12-24 jam tanpa dihitung lembur, menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dan mutasi.