Cara Menghitung Pajak Pesangon

Ilustrasi/tribunnews.com

Kita sering mendapati banyak kasus terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pekerja/buruh di hampir seluruh sektor industri. Alasan pengusaha juga cukup beragam. Seperti menurunya finansial, menurunnya produktifitas dan kinerja pekerja/buruh atau alasan lain yang dibuat-buat hingga menjadi rasional agar PHK berjalan sesuai kehendak pengusaha.

Di sisi lain, PHK juga dapat terjadi dengan keadaan terpaksa yang bisa saja terjadi di luar dugaan dan kekuasaan para kedua pihak, yakni pengusaha dan pekerja/buruh. Misalnya seperti kebijakan pemerintah dan terkena dampak bencana alam.

Sebab itu, pekerja/buruh berhak mendapat kompensasi atas uang pesangon yang wajib diberikan pengusaha. Perlu diketahui, pesangon hanya berlaku dan diberikan kepada pekerja/buruh yang bersatus sebagai karyawan tetap atau berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau pekerja/buruh tetap yang dinyatakan berhadap atas status hubungan kerja PKWTT oleh bidang Pengawasan Ketenagakerjaan.

Baca juga: PHK Karena Bencana Alam Dapat Pesangon

Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan saat diberikan konpensasi atau pesangon, salah satunya pajak pesangon. Pajak pesangon ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalapahaman diantara kedua bela pihak.

Pesangon yang diberikan kepada pekerja yang terkena PHK, akan dikenakan tarif pajak berdasarkan besarnya penghasilan bruto yang didapatkan masing-masing pekerja. Mengutip pajak-online.com, besaran tarif yang dikenakan adalah sebagai berikut:
• Penghasilan bruto sampai dengan Rp.50.000.000 =0%
• Penghasilan Bruto Rp.50.000.000 – Rp.100.000 = 5%
• Penghasilan bruto Rp.100.000.000 – Rp.500.000.000 =15%
• Penghasilan bruto lebih dari Rp.500.000.000 = 25%

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 156 ayat 1 disebutkan ada tiga jenis perhitungan pesangon dan pajak pesangon, diantaranya, uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak.

Baca juga: Apa yang dimaksud dengan PMTK?

Besaran perhitungan uang pesangon yang diperoleh pekerja/buruh diatur dalam UU Ketenagakerjaan pada Pasal 156 ayat 2. Perhitungannya dijumlahkan sebagai berikut:

(a) masa kerja kurang dari 1 tahun, pekerja terima satu bulan upah;
(b) masa kerja 1 tahun atau lebih berarti pekerja terima dua bulan upah;
(c) masa kerja 2 tahun atau lebih berarti pekerja terima tiga bulan upah;
(d) masa kerja 3 tahun atau lebih berarti pekerja terima empat bulan upah;
(e) masa kerja 4 tahun atau lebih berarti pekerja terima lima bulan upah;
(f) masa kerja 5 tahun atau lebih berarti pekerja terima enam bulan upah;
(g) masa kerja 6 tahun atau lebih berarti pekerja terima tujuh bulan upah;
(h) masa kerja 7 tahun atau lebih, berarti pekerja terima delapan bulan upah;
(i) masa kerja 8 tahun atau lebih, berarti pekerja terima sembilan bulan upah.

Besaran uang penghargaan masa kerja yang diterima pekerja selama bekerja dengan minimal bekerja selama 3 tahun karena dianggap semakin lama masa kerja, semakin besar kontribusi pekerja yang telah diberikan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 156 ayat 1 dan 3 UU Ketenagakerjaan, uang penghargaan masa kerja dihitung sebagai berikut:

(a) masa kerja 3 tahun lebih tetapi dibawah 6 tahun, berarti pekerja terima dua bulan upah
(b) masa kerja 6 tahun atau lebih dibawah 9 tahun, berarti pekerja terima tiga bulan upah
(c) masa kerja 9 tahun atau lebih dibawah 12 tahun, berarti pekerja terima upah empat bulan
(d) masa kerja 12 tahun atau lebih dibawah 15 tahun, berarti pekerja terima lima bulan upah
(e) masa kerja 15 tahun atau lebih dibawah 18 tahun, berarti pekerja terima enam bulan upah
(f) masa kerja 18 bulan atau lebih dibawah 21 tahun, berarti pekerja terima tujuh bulan upah
(g) masa kerja 21 tahun atau lebih dibawah 24 tahun, berarti pekerja terima delapan bulan upah
(h) masa kerja 24 tahun atau lebih, berarti pekerja terima sepuluh bulan upah

Besaran uang penggantian hak yang yang diterima pekerja selama bekerja sebagaimana pada Pasal 156 ayat 4 UU Ketenagakerjaan, perhitungannya meliputi:

(a) cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
(b) biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja
(c) penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% atau lima belas per seratus dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
(d) biaya lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja.

Seringkali hak atas uang pesangon ini kerap diabaikan saat pekerja terkena PHK. Pahadal, uang pesangon yang perhitungannya sudah disebutkan diatas adalah hak pekerja/buruh yang harus dibayarkan pengusaha dan diterima pekerja/buruh. Dalam banyak kasus, hak-hak pekerja/buruh yang menjadi karyawan tetap untuk mendapatkan uang pesangonnya harus melalui jalur hukum terlebih dahulu.

Setelah pesangon dihitung, maka besaran pajaknya dihitung sesuai dengan rumus di atas. Contohnya, jika seorang pekerja mendapatkan pesangon Rp.120.000.000,-, maka perhitungan pajak pesangon adalah:

Pajak untuk pesangon pesangon 0 sampai Rp50.000.000 = 0% –> 0
Pajak untuk pesangon Rp50.000.000-100.000.000 = 5 % –> 5% x 50.000.000 = 2.500.000
Pajak untuk pesangon Rp.100.000.000-120.000.000 = 20.000.000 x 15% = 3.000.000

Maka, total pajak pesangon yang harus dibayarkan adalah: 0 + 2.500.000 + 3.000.000 = Rp5.500.000

Tinggalkan Balasan